Waisai, Teraspapua.com – Sebagai mantan Bupati Maybrat dua periode, Dr. Bernard Sagrim, MM mengakui sangat mengetaui seperti apa kondisi YPK di tanah Papua, terutama di wilayah .
Kepada semua PSW yang ada di wilayah VII dan XI, Bernard Sagrim mengatakan, sebenarnya kita (YPK) ini orang kaya, tapi kenapa kita miskin di daerah kita sendiri. Selalu para guru YPK ribut terhadap hak-hak yang harus mereka dapatkan.
“Berarti ada yang salah. Jadi kita manfaatkan Forum Grup Diskusi (FGD) ini untuk berdiskusi apa saja yang menjadi batu sandungan. Persoalan fundamental di mana kemudian kita mencari solusi yang fundamental juga,” kata koordinator wilayah VII dan XI Dr. Bernard Sagrim, MM pada acara FGD dengan guru-guru YPK di Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Kamis (12/10/2023).
Namun lanjut Bernard Sagrim, kita butuh waktu untuk benahi YPK, tentu di bawah kepemimpinan ketua BP YPK, Joni Y. Betaubun, SH, MH, YPK di Tanah Papua akan bangkit
“Saya berterima kasih, karena ketua BP YPK munculkan sebuah konsep kepemimpinan kolaboratif sehingga kita saling berkolaborasi, karena kita mengurus YPK satu tanah Papua,” kata Sagrim.
Sehingga, lanjut Sagrim, ada wilayah-wilayah yang akan berkoordinasi, sinergis dengan GKI, lalu kita melihat sekolahnya bagaimana.
“Kita juga berkolaborasi dengan senior-senior kita yang dikasih tanggung jawab sebaga pimpinan di eksekutif, legislatif untuk melihat bagaimana YPK ke depan,” ujar Sagrim.
Sagrim juga mengatakan dibawah kepemimpinan Joni Y. Betaubun sebagai ketua BP YPK merupakan kepemimpinan inovatif dan kolaboratif, untuk menuju kepada kebangkitan YPK di Tanah Papua, khusus di Kabupaten Raja Ampat.
Diakatakan, YPK saat ini sudah bergerak maju dan bangkit di setiap wilayah di Papua. Jadi soal penggabungan atau merger ke sekolah-sekolah negeri tidak seperti yang diwacakan.
“Karena waktu saya menjabat sebagai Bupati, hal itu muncul, karena BPK memeriksa dokumen anggaran dan melihat beberapa Kabupaten/Kota memberikan subsidi yang cukup signifikan,” tutur Sagrim.
Dan kenapa sekolah-sekolah YPK bukan dibawah kementrian agama, dan kemudian mereka minta kalau bisa sekolah-sekolah yang dikelola oleh gereja bisa mandiri, tidak boleh lagi tergantung kepada pemerintah,” imbuhnya.
Karena menurut Sagrim, yang pemerintah bisa membantu itu adalah sekolah-sekolah negeri, karena tanggung jawabnya juga banyak. Jadi tidak ada penggabungan.
Tapi kemudian terjadi rapat kerja Bupati bersama Gubernur hal ini terus dibahas , akhirnya ada undang-undang Otsus sehingga kebijakannya itu tidak dieksekusi.
Dikatakan, kebijakan yang fundamental adalah menarik semua bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah yang dikelola oleh Gereja.
“Jadi, tidak perlu ada kekuatiran atau ketakutan bahwa sekolah YPK itu akan di tutup atau dileburkan,”tegasnya.
Karena ditambahkan Sagrim, tidak efisien dalam pembiayaan pemberian subsidi oleh pemerintah dari kebijakan DAK, BOS, sehingga dianggap tidak efisien jadi direkomendasikan untuk ditutup kembalikan ke negeri.
Untuk itu pada forum ini saya perlu memberikan ketegasan bahwa kebijakan itu tidak ada. Oleh karena itu apa-apa yang sudah disampaikan dan diarahkan oleh ketua BP YPK, kita semua yakin YPK di atas tanah Papua ke depan lebih baik lagi,” pungkas Bernard Sagrim.
(Har/Ricko)