Diduga Lakukan Penganiayaan Terhadap Pacar, Oknum Anggota TNI di Laporkan ke Pomdam XVII/Cenderawasih

Dewan Adat Suku Arui Sai, saat memberikan keterangan perss.

Jayapura,Teraspapua.com – Seorang oknum anggota TNI berinial FL terpaksa dilaporkan ke Pomdam XVII/Cenderawasih, lantaran diduga melakukan penyekapan hampir 2 bulan lebih dan penganiayaan terhadap pacarnya berinisial UN hingga mata kanan korban mengalami cacat permanen alias terancam mata buta.

Korban UN berhasil melarikan diri dari rumah dinas yang ditempati pelaku berinisial FL dan mengadukan kejadian penganiayaan dan penyekapan yang dilakukan pelaku kepada orang tuanya.

Sebenarnya, terungkapnya kasus dugaan penganiayaan dan penyekapan disertai penyiksaan terhadap korban ini 2 minggu lalu, namun korban merasa shock dan trauma lantaran korban juga mendapatkan ancaman dari pelaku.

Untuk itu, orang tua korban didampingi Dewan Adat Suku Arui Sai dan Ikatan Keluarga Serui Laut mengadukan kasus penganiayaan dan penyekapan yang disertai dengan penyiksaan terhadap korban itu ke Pomdam XVII/Cenderawasih, Senin (14/10/2024).

Bahkan, orang tua korban didampingi Dewan Adat Suku Arui Sai dan Ikatan Keluarga Serui Laut sempat ke Makodam untuk menemui Pangdam untuk mengadukan kejadian yang dialami korban.

Tidak hanya itu, orang tau korban juga mengadukan kejadian itu ke Komnas HAM Perwakilan Papua untuk meminta perlindungan lantaran adanya dugaan pengancaman yang dilakukan pelaku terhadap korban.

Ketua Dewan Adat Suku Arui Sai di Tanah Tabi, Elisama Numberi mengungkapkan kejadian penganiayaan itu terjadi 7 April 2024. Bahkan, pelaku sudah membuat surat pernyataan yang juga ditandatangani komandan satuannya. Namun, hingga saat ini tidak ada realisasi.

“Kejadian pemukulan itu terjadi 7 April 2024 hingga mengakibatkan anak kami mengalami cacat mata permanen. Ada surat pernyataan dari pelaku bahwa akan bertanggungjawab, namun hingga 3 bulan ini tidak ada tanggungjawab dari pelaku, membantu biaya pengobatan, pendampingan dalam pengobatan hingga mata anak kami bernanah dan membusuk, bahkan sudah mata anak kami sudah dicabut. Sampai saat ini, mata anak kami keluar air, darah dan bernanah,” kata Ilisama Numberi.

Untuk itu, Elisama Numberi meminta agar kasus dugaan penganiayaan dan penyekapan terhadap korban ini, menjadi atensi serius bagi Pangdam XVII/Cenderawasih, Pomdam XVII/Cenderawasih maupun kesatuan asal pelaku.

“Mohon segera tolong anak kami yang perlu segera ditolong secara medis. Nah, ini kami sampaikan sebagai Dewan Adat yang merasa kurang puas terhadap pelaku,” imbuhnya.

Sekretaris Forum Komunikasi Keluarga Besar Saireri Verinandus Airi menambahkan, jika pihaknya tidak akan mengambil langkah serius dengan melapor ke Pangdam dan Pomdam XVII/Cenderawasih jika pelaku menindaklanjuti surat pernyataan itu, namun hingga 5 bulan, pelaku tidak pernah bertanggungjawab atas perbuatannya kepada korban tersebut.

Padahal, dalam surat pernyataan itu juga ditandatangani oleh pimpinan kesatuan dari pelaku.

“Pimpinan ikut menandatangani pernyataan itu. Artinya, mereka ikut terlibat dalam penyelesaian, tetapi kurang lebih 5 bulan ini, mereka tidak bertanggungjawab hingga berakibat terhadap anak kami hingga cacat,” ujarnya.

Diakui, orang tua bersama pengurus dewan adat sudah mendatangi Pomdam XVII/Cenderawasih, namun korban tidak ikut lantaran masih shock alias trauma berat, apalagi ada ancaman dari pelaku bahwa tidak boleh membuat laporan kemanapuan terhadap kejadian yang dialami korban.

“Secara adat, pelaku juga harus bertanggungjawab secara adat. Bahwa adat kami, maka mata harus diganti dengan mata,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua I Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai, V Andarias Takanuay menambahkan, kejadian penganiayaan dan penyekapan terhadap korban itu, menjadi perhatian serius dari Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai maupun Dewan Adat Suku Arui Sai.

“Selama 5 bulan itu, setelah pelaku membuat pernyataan, ternyata tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban untuk membantu pengobatan,” katanya.

Untuk itu, Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai dan Dewan Adat Suku Arui Sai menyurati secara resmi Pangdam dan Pondam untuk korban bisa mendapat kelayakan dalam memberikan pengamanan dan rasa nyaman secara pribadi kepada korban.

“Kami berharap Pangdam dan Pomdam untuk menindaklanjuti kasus ini, agar pelaku ditindak sesuai dengan hukum, apalagi korban mengalami catat permanen,” imbuhnya.

Ia berharap ada tindakan dari institusi agar ada tindaklanjut dan memberikan pengobatan secara intensif lagi kepada korban.

“Kronologisnya, kami belum mendapatkan secara detail karena korban mendapat ancaman sehingga mengalami trauma berat. Dengan laporan kami ke Pomdam, kami harap korban ada keberanian mengungkap kejadian yang dialaminya tersebut,” imbuhnya.

Dikabarkan jika antara korban dan pelaku sudah pacaran, bahkan sudah tinggal bersama selama 3 tahun. Bahkan, dalam surat pernyataan itu, pelaku akan bertanggungjawab untuk menikahi korban, namun hingga kini tidak terealisasi.

“Korban setelah penandatangan surat pernyataan itu, diambil pelaku dan disekap selama hampir 2 bulan. Korban tidak boleh keluar rumah, bahkan tidak boleh berobat. Dan saat kami bawa ke dokter, mata korban sudah rusak dan akhirnya dicopot. Bahkan, saat disekap itu, korban mengalami penyiksaan oleh pelaku di rumah dinas,” tandasnya.