Jayapura, Teraspapua.com – Sehubungan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 23 K./Pdt. Sus-Pailit/ 2021 Jo 30 PK/Pdt.Sus-Pailit/2021 yang pada pokoknya menyatakan menghukum PT Bank Pembangunan Daerah Papua (Bank Papua) untuk menyerahkan sisa penjualan harta pailit sebesar Rp. 13. 348. 496. 000.
Sehingga Bank Papua didesak segera Melaksanakan isi putusan Mahkamah Agung dalam perkara tersebut yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam pemeriksaan perkara perdata khusus kepalitan gugatan Mahkamah Agung melalui I Gusti Agung Sumanatha, S. H. M.H selaku hakim agung yang ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Syamsul Ma’ arif .S.H., I.L Ph.D., menolak permohonan pemeriksaan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali PT. Bank Pembangunan Daerah Papua.
Namun hingga saat ini PT Bank Pembangunan Daerah Papua Dalam hal ini Direktur Utama, F. Zendarto dan Direktur Kepatuhan, Jefri Sani, P.S tidak menggubris Keputusan Mahkamah Agung RI tersebut.
Bahkan berulang kali kuasa hukum menyurat dan mendatangi pihak Bank Papua namun tidak ada di itikat baik.
Sementara ketika wartawan Teraspapua.com ingin mewawancarai Direktur Utama secara langsung terkait dengan putusan Mahkamah Agung, pihaknya menolak dan melemparkannya kepada bagian humas PT. Bank Papua.
Pihak Bank Papua melalui Humas setempat beralasan belum mendapat informasi. Sementara pihak kuasa hukum sudah melayangkan surat dan amar putusan kepada Dirut Bank Papua.
” Kami mau cari keterangan mengkoordinasikan dengan divisi terkait untuk masalah tersebut,” kata bagian Humas Bank Papua, Mayang kepada Teraspapua.com.
Untuk saat ini kami belum bisa memberikan jawaban. Dengan alasan pula bahwa belum berkoordinasi dengan divisi terkait.
“Jadi, kami harus koordinasikan dulu sehingga jawaban yang kami berikan adalah jawaban yang pasti,” imbuhnya.
Terpisah, pihak PT. Njonja Meneer yang di beri kuasa di Jayapura kepada Wahyu Khaidir, ST, CST untuk menanyakan kapan proses pembayaran sesuai putusan MA,
“Saya sudah sesuai SOP, yakni melayangkan 3 kali surat yang disertai lampiran,” ungkap Wahyu.
Bahkan, kami telah memberikan surat sejak Senin, 28 Juni 2022, namun sampai hari ini tidak ada itikad baik dari Dirut bank Papua, malah tidk di gubris putusan MA.” Kesal Wahyu.
Menurut Wahyu, berulang kali kuasa hukum mendatangi Bank Papua, baik dari lantai 7 ke lanti 4, bahkan ada bahasa dari staf Meki Bolan kepala divisi Hukum yang kami temui di ruangan lt.7 mengatakan mereka tidak menerima lampiran putusan MA. Bahkan surat tugas saya dari kuasa hukum dan Kurator.
“Padahal saya mengirimkan surat sudah lengkap dengan lampiran dan foto securiti di depan yang menerimanya. Kalaul surat audiensi saja kan seperti surat kaleng? itu tidak benar. Makanya saya mengirimkan ulang lengkap dan telah di terima oleh bagian adminstrasi kepala divisi Hukum,” ugkapnya.
Karena sudah seminggu tidak ada respon, jadi saya anggap Dirut Bank Papua, tidak komunikatif dan terkesan mundur terus.
Sehingga kami akan mendatangi Mapolda Papua untuk melaporkan hal ini, biar jelas semua.
“saya tanya kapan di bayarkan, harusnya direksi dan pihak komisioner mengundang saya dan menjawab? itu sj kok. ini malah kesanya tdk di respon, terlebih tidak menghargai putusan tertinggi di Nagara ini,”
Hukum tertinggi itu Mahkamah Agung, jada kalau di putuskan seperti itu, tidak usahlah ada bahasa di tinjau. Tinjau apa?. Kalau Mahkamah Agung telah menghukum Bank Papua wajib bayar, sesuai dengan pasal 1 dan putusan sudah jelas.
“Harus dibayarakan dan tidak boleh ada peninjauan kembali,” tegas Wahyu.
Mudah-mudahan Bank Papua lebih berbenah dalam proses mana saja yang menjadi prioritas agar bisa menjaga kredibilitas dan transparansi finansial,” tutup Wahyu.
(tp-01).