Jayapura,Teraspapua.com – Kasus jual beli senjata dan amunisi harus dibuka dan dibongkar hingga terang benderang, sebab adanya indikasi kasus mutilasi 4 warga Nduga di Timika, Kabupaten Mimika, pada tanggal 22 Agustus lalu, diduga berawal dari bisnis atau transaksi jual beli senjata. Namun, dalam olah TKP, ternyata senjatanya rakitan.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan dengan tegas oleh Anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge, di Jayapura, Papua, Selasa (6/9/2022).
“Pertama, kepolisian harus membuka HP kedua belah pihak, korban maupun pelaku. Ketika kita bicara awal kenapa terjadi mutilasi itu, maka Roy harus ada dan kepolisian harus fokus tangkap Roy, salah satu pelaku yang kabur. Karena selama Roy belum ada, kasus ini akan jalan janggal,” ujar Naman sapaan akrabnya.
Untuk itu, kata Anggota DPR Papua dari Daerah Pemilihan 6 meliputi Kabupaten Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya dan Nduga ini, bisnis persenjataan di Papua ini menjadi rahasia umum dimana-mana.
“Kesempatan kejadian ini, harus menjadi satu-satunya corong untuk kita masuk memberantas oknum-oknum yang selama ini mereka melakukan bisnis persenjataan di Papua,” tegasnya.
Lebih lanjut Naman yang juga Tim yang diutus DPR Papua turun ke Timika terkait kasus mutilasi 4 warga Nduga ini, secara otomatis jika berbicara keamanan di Papua, tentu akan menjadi permasalahan dengan adanya transaksi senjata itu.
Bicara keamanan di Papua, kira-kira amunisi ini pasokannya darimana? Kalau memang Egianus dan kawan-kawan mereka tidak punya amunisi, maka hanya pegang senjata saja, tidak mungkin ada aktivitas tembak menembak. Untuk itu, ia meminta agar dalam kasus mutilasi 4 warga Nduga di Timika itu, maka keluarga harus puas dengan proses hukum dan harus mendalami kasus jual beli senjata lantaran menyangkut keamanan di Papua, bukan hanya mutilasi warga di Timika.
“Seharusnya itu dibongkar. Bongkar secara serius bisnis persenjataan di Papua. Kalau jual beli senjata dan amunisi ini masih berlangsung, kita selesaikan masalah ini, maka masalah lain yang banyak akan muncul dan dimana-mana akan timbul, sehingga bisnis persenjataan harus dituntaskan,” tandasnya.
Tim DPR Papua telah bertemu dengan keluarga dari 4 orang korban pembunuhan sadis dengan cara dimutilasi, kemudian jazadnya dimasukkan dalam karung diisi pemberat, lalu dibuang di Sungai Kampung Tipagu, Iwaka, Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Tim DPR Papua, juga telah mendengar langsung keluhan dari keluarga korban dan telah bertemu bersama Forkompinda Kabupaten Nduga, Kapolres Mimika dan Dandim, hingga mengikuti olah TKP.
“Kami sudah laporkan secara resmi kepada pimpinan DPR Papua sesuai dengan mekanisme yang ada. Pimpinan sudah minta nanti akan menggelar rapat badan musyawarah, apakah diputuskan dibentuk Pansus atau Tim sesuai dengan kesepakatan dari Bamus,” terang Naman.
Ia, mengaku yang menjadi permasalahan adalah semua pihak menginginkan agar kasus pembunuhan sadis dengan cara korban dimutilasi itu, bisa diusut tuntas sesuai permintaan Presiden RI dan Panglima TNI, sehingga masyarakat dan keluarga korban puas dengan proses hukum terhadap pelaku, termasuk yang melibatkan oknum anggota TNI.
Selain itu, Naman menginginkan agar motif lain dalam kejadian pembunuhan sadis warga Nduga itu, harus diungkap dengan gamblang.
Sampai hari ini, belum ada hasil otopsi. Karena itu, keluarga dan kami minta agar Polda Papua dan Polres Mimika segera otopsi atau tes DNA itu dipercepat. Kita ingin dorong tapi ketika hasil otopsi dan tes DNA belum ada, maka potongan tubuh korban yang ada di rumah sakit, tidak bisa dimakamkan atau pembakaran jenazah. Sebab, kalau statusnya Mr X, maka dalam adat kami tidak bisa dimakamkan,” ujarnya.
Yang jelas, Tim DPR Papua yang turun ke Timika untuk mengawal kasus mutilasi warga Nduga itu, merekomendasikan MRP dan DPR Papua segera bentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam membantu proses pengungkapan kasus itu agar berjalan dan mendukung pihak berwajib untuk melaksanakan tugasnya dalam mengungkap kasus mutilasi 4 warga itu.
“Keluarga korban menginginkan adanya Pansus kasus itu. Selain itu, keluarga minta kasus mutilasi warga itu harus dibuka dan transparan, tidak boleh ditutup-tutupi. Juga melibatkan keluarga, misalnya dalam otopsi, karena belum libatkan keluarga, padahal katanya terbuka namun tidak melibatkan keluarga, apalagi harus tandatangan keluarga,” tandasnya.
Sampai saat ini, potongan tubuh keempat korban mutilasi masih ada di rumah sakit di Timika sambil menunggu otopsi dan tes DNA.
“Kepala dan kaki belum diketemukan semua sampai hari ini. Yang ada hanya badan saja,” pungkasnya.
(tp-02)