Jayapura,Teraspapua.com – Setelah menang kasasi di Mahkamah Agung RI, Kuasa Hukum Rudy Maswi, Kodrat Effendy, SH, MH meminta tanah milik kliennya yang berada di Pasar Lama Abepura, Kota Jayapura untuk segera dikosongkan.
Apalagi, dalam putusan di Mahkamah Agung RI pada 29 Juli 2024 itu, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Briyan Yosua Fringkreuw dan Ruth Awi.
Pasca putusan kasasi MA itu, Kuasa Hukum Rudi Maswi, Kodrat Effendy, SH, MH mengakui telah melayangkan somasi kepada masyarakat atau para pedagang yang berada di atas lahan milik kliennya tersebut agar segera mengosongkan tanah tersebut.
“Klien kami bapak Rudy Maswi telah memenangkan gugatan di Mahkamah Agung. Jadi, dengan adanya gugatan kasasi yang dimenangkan klein kami ini, kami minta agar segera mengosongkan lahan tanah itu,” kata Kodrat Effendy dalam pers conference di Hotel Horison Ultima Entrop, Kota Jayapura, Sabtu (4/01/2025).
Dalam kesempatan ini, Kodrat Effendy meminta bantuan kepada Polda Papua agar supaya membantu permasalahan hukum kliennya tersebut.
Diakui, dalam sengketa tanah seluas kurang lebih 998 meter persegi yang berada di Jalan Pasar Lama Abepura Kelurahan Yobe, Distrik Abepura, Kota Jayapura itu, Briyan Yosua Fringkreuw dan Ruth Awi menggugat kliennya di Pengadilan Negeri Jayapura.
Padahal, kliennya telah memiliki bukti pelapasan tanah adat dan sertifikat tanah.
“Kami digugat di Pengadilan Negeri Jayapura pada 2023 dan hasilnya kami kalah selaku tergugat 1, tergugat 2 Alm Ronald Sitorus, tergugat 3 ahli waris, tergugat 4 notaris dan tergugat 5 BPN,” jelasnya.
Namun, pihaknya kemudian melakukan banding di Pengadilan Tinggi Jayapura dan putusannya pada 5 Oktober 2023 itu, kliennya menang.
Selanjutnya, pemohon melakukan kasasi di Mahkamah Agung hingga putusan MA keluar pada Juli 2024 yang menolak gugatan pemohon alias kliennya yang menang.
“Jadi, dengan adanya putusan ini, kami memohon agar segera mengosongkan tempat atau tanah. Kami memohon kepada bapak Kapolda Papua untuk membantu permasalahan hukum yang dialami oleh bapak Rudy Maswi,” ujarnya.
Diakui, pihaknya sudah melayangkan somasi kepada para pedagang yang menempati tanah milik kliennya tersebut, setelah putusan banding Pengadilan Tinggi Jayapura yang memenangkan kliennya tersebut pada 25 Mei 2024.
Bahkan, pasca putusan Mahkamah Agung, pihaknya juga kembali melayangkan somasi kepada para pedagang yang menempati tanah milik kliennya tersebut pada 14 Oktober 2024.
“Namun, somasi kami pertama dan kedua tersebut, tidak ditanggapi atau direspon baik oleh para pedagang yang menempati tanah milik kliennya maupun Briyan Yosua Fringkreuw dan Ruth Awi. Sebab, kami saat memberikan somasi itu di TKP, kami justru diancam dan somasi kami tidak ada yang mau menerima dan akhirnya terpaksa kami taruh saja disitu, karena kami tidak ingin terjadi konflik, sehingga kami kembali melakukan somasi terbuka melalui media ini,” jelasnya.
Untuk itu, ia berharap dalam upaya eksekusi tanah milik kliennya tersebut, Kapolda Papua memberikan dukungan untuk melakukan eksekusi sesuai aturan yang berlaku.
“Kami menunggu kepastian hukum dari Polda Papua. Kami harap secepatnya, karena permasalahan ini sudah kami laporkan ke Polda Papua sejak 2022, namun sampai sekarang kuasa hukum maupun klien kami tidak atau belum mendapatkan kepastian hukum. Jadi, kami memohon agar ada kepastian hukum permasalahan tanah ini,” ujarnya.
Kodrat mengimbau kepada Briyan Yosua Fringkreuw dan Ruth Awi bersama para pedagang secara sukarela mengosongkan tanah milik kliennya yang selama ini ditempati untuk jualan atau usaha, agar tidak ada hal-hal atau dampak hukum baru.
Sebab, imbuh Kodrat Effendy, pihaknya juga menempuh langkah hukum terhadap penyerobotan tanah milik kliennya tersebut.
“Sesuai peraturan yang berlaku, ada Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah, pasal 167 ayat 1 tentang Barang Siapa yang Memaksa Masuk ke dalam Rumah atau Ruang atau Pekarangan Tertutup Dipakai Orang Lain dengan Melawan Hukum atau Berada disitu dengan Melawan Hukum dan Atas Permintaan yang Berhak dan Suruhannya Tidak Pergi Dengan Segera Diancam dengan Hukuman Pidana dan pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Dilarang Memakai Tanah Tanpa Seijin yang Berhak atau Kuasa yang Sah,” pungkasnya.