Jayapura, Teraspapua.com – Partai Lokal Papua Bersatu minta seleksi pengangkatan 14 kursi DPRP periode 2019 – 2024, maupun segala bentuk pergerekan atas nama UU otsus Papua segera dihentikan karena tidak mempunyai dasar hukum.
“Kami melihat ada pihak yang melakukan pergerakan di luar tim partai lokal Papua Bersatu. Kami mempertegas bahwa kami saat ini sedang melakukan gugatan uji materi Undang – undang otonomi khusus Papua di Mahkamah Konstitusi,” kata Jubir Litinus Agabal kepada wartawan di Jayapura, Rabu (4/12/2019).
Menurut Litinus, UU Otsus hadir bukan menyangkut kelompok tertentu tapi itu bicara seluruh rakyat Papua dan Papua Barat, sehingga harus di mengerti oleh Pemerintah dan seluruh masyarakat Papua.
” Jadi, kami harapkan masyarakat tidak boleh termakan isu provokasi yang tidak bertanggung jawab karena kami sedang berjuang untuk kepentingan seluruh masyakat Papua dan Papua Barat ,serta semua pergerakan dihentikan sementara tunggu keputusan MK pada tanggal 16 Desember 2019,” tegasnya.
Lanjut dikatakan, pergerakan yang sedang di buat kelompok kepentingan 14 kursi DPRP melalui Kesbangpol dan Panitia seleksi itu harus tunggu keputusan MK karena pengangkatan 14 kursi DPRP itu sudah berakhir.
“Kemarin mendagri sudah tolak Perdasus yang di dorong kelompok kepentingan sehingga tidak ada dasar hukum untuk pengangkatan 14 kursi DPRP, apalagi yang berhubungan dengan Otsus itu tidak boleh karena kami sedang gugat uji materi di MK,” katanya.
Untuk itu.pihaknya berharap semua masyarakat Papua menunggu putusan MK atas gugatan UU Otsus Papua, Otsus Papua akan berakhir tapi kami masyarakat Papua tidak fungsi legislasi sehingga kami gugat materi UU Otsus,” ujanya.
Koordinator wilayah Lapago, Partai lokal Papua Bersatu, Nikolas Wenda, S.IP.,S.Sos menjelaskan isu pengangkatan 14 kursi otsus DPRP yang ditunjuk langsung masyarakat dinilai ilegal.
“Kami atas nama Partai lokal Papua Bersatu pertegas bahwa kami tolak 14 kursi pengangkatan ,sedang diajukan gugatan materi UU Otsus di MK. Sehingga semua kegiatan yang berkaitan dengan Undang – undang otsus itu ilegal,” jelas Nikolas Wenda.
Apalagi, kata Nikolas, bahwa isu pemerintah siap fasilitasi 14 kursi DPRP itu tidak benar dan sebaiknya dihentikan saja karena sudah tidak ada landasan hukum dalam mekanisme rekrutmen 14 kursi DPRP.
“Kami tahu bahwa 30 oktober 2019 itu sudah selesai 14 kursi DPRP dan Mendagri tolak mekanisme pengangkatan kursi otsus sehingga harus kembalikan ke partai lokal,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator wilayah Meepago, Keni Komou, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua melalui Kesbangpol sebaiknya hentikan proses pembentukan pansel 14 kursi karena itu bisa membuat kecemburuan sosial antara masyarakat.
“Saya mendengar isu masyarakat mau palang kantor Kesbangpol dan jika ada yang korban maka saya bawa jenazah ke kantor kesbangpol Provinsi untuk tanggung jawab kepala karena kesbangpol kerja tidak sesuai dasar hukum,” kata Keni.
Menurut Keni, saat ini DPD Partai lokal di Kabupaten se tanah Papua sudah lengkap tapi masih menunggu putusan MK Pada tanggal 16 Desember 2019 dan Kesbangpol jangan bikin konflik antara masyarakat serta pengaruhi pengurus DPD partai lokal yang sudah terbentuk.
“Jadi, jangan bikin gerakan tambahan dengan pembentukan pansel 14 kursi DPRP dan sebagainya karena saat pengurus DPD dari Sorong sampai Meruake sedang siaga menunggu hasil putusan MK tanggal 16 Desember 2019,” jelasnya.
(seo/let)