Jayapura,Teraspapua.com – Surat Keputusan Gubernur Papua yang diterbitkan sebagai dasar untuk melantik 20 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sarmi peride 2019 – 2024 tertanggal 30 Desember 2019 dicurigai keasliannya.
Pasalnya, dalam SK Gubernur Papua tersebut terdapat salah satu poin yang dipersoalkan terkait lokasi penetapannya di Sarmi.
“Kami mempertanyakan apakah surat keputusan ini benar diterbitkan oleh Gubernur Papua? Kalau memang benar, kenapa keputusannya dikeluarkan di Sarmi pertanggal 30 Desember 2019,” sorot Hendrik Tomasoa selaku Kuasa Hukum 8 anggota Dewan Sarmi saat jumpa pers di Gran Abe Hotel, Jumat (24/1/2020).
Baginya, fakta tersebut mengindikasikan SK orang nomor satu diprovinsi paling timur Indonesia ini sangat diragukan keasliannya.
Kaitannya dengan itu, Tomasoa secara khusus menjelaskan status 8 orang calon anggota Dewan Sarmi yang sementara mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura dengan nomor perkara. 37/G/2019/PTU.Jpr tertanggal 30 Oktober 2019.
Pengajuan gugatan oleh 8 caleg Dewan Sarmi ini dikarenanakan merasa haknya dizolimi. Dimana dari 20 kursi, hanya 7 caleg yang terpilih sementara 13 kursi lainnya ditempati Non Papua.
“Konspirasi ini sudah tentu memicu banyak masalah yang muncul baik itu money politik juga natura politik “ungkapnya.
Sementara untuk masalah tindak pidana itu bukan ranah dari Pengadilan Tata Usaha Negara karena lembaga ini berwenang menangani hal-hal yang berkaitan dengan administrasi yang mempengaruhi perolehan suara da di dalam UU Nomor 37 tentang Administrasi Negara menjelaskan hal itu,” urainya.
Atas dasar itu, sehingga ke 8 anggota Dewan Sarmi ini masing-masing Daniel Wanemar, Mesak Dimomonmau, Idham, Albert Kiki Wenggi, Yan Numbre, Korneles M. Daufera, Agustina Wenggi dan Albert S. Niniwen mengajukan gugatan.
Mereka menduga KPU Kabupaten Sarmi dengan dalil bahwa lembaga ini mengambil suara dari masing-masing calon.
Tomasoa kemudian merincikan, Daniel yang memperoleh suara di ambil untuk Jupriati, Mesak A. Dimonau memiliki suara sah namun diambil oleh Cholisnatin.
Kemudian, Idham yang memiliki suara sah namun diambil H.Taswin, Abert Kiki Wenggin suaranya diambil oleh Nurjanah, dan Yan Numbre memiliki perolehan suara sah namun diambil oleh Steffi Rudolf.
Begitu juga, suara sah Korneles M. Daufera juga diambil Aranus Maniwa, suara sah Agustina Wenggin diambil Nurdin dan suara Albert S. Niniwen suara diambil oleh Cornelius Palobo.
“Semua konspirasi ini dimainkan oleh KPU Kabupaten Sarmi berdasarkan C1 Plano sehingga kami selaku kuasa hukum meminta untuk dihadirkan di Pengadilan Tata Usaha Negara supaya menghilangkan image politik uang dan sebagainya,” imbuhnya.
Hendrik menambahkan, Bawaslu sebelumnya sudah menghukum KPU Sarmi. Dimana keputusan Bawaslu tersebut berkaitan dengan pelaporan salah satu dari ke 8 anggota Dewan yang mengajukan gugatan.
Dalam keputusan nomor. 02/LP/PL/ADM/Kab. Sarmi/33/14/5/2019 tanggal 17 Juni 2019, KPU Kabupaten Sarmi selaku terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran tata cara prosedur atau mekanisme pada pelaksanaan perhitungan suara tanggal 14 April 2019.
Kemudian, Bawaslu juga memerintahkan KPU Provinsi Papua untuk memberikan peringatan tertulis kepada Ketua dan anggota KPU Kabupaten Sarmi.
“Olehnya itu, selaku kuasa hukum, kami juga telah mengajukan kepada Gubernur Provinsi Papua dengan surat nomor 018 perihal penundaan pelaksanaan pelantikan anggota DPRD kabupaten Sarmi tahun 2019 – 2024,” tukasnya.
(Let)