Jayapura,Teraspapua.com – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua, gelar Focus Discussion Group (FGD) tentang Pemanfaatan Sisa Hasil Pengolahan SHP Tailing untuk Peningkatan Nilai Tambah Pendapatan Asli Daerah.
Kegaiatan yang berlansung di Hotel Horison Padangbulan, Kota Jayapura, Kamis (25/11), turut dihadiri Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim, didampinggi beberapa anggotanya.
Pemanfaatan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) Tailing itu kuncinya ada di PT Freeport Indonesia, namun dalam perpanjangan IUP operasi itu, PT Freeport Indonesia berkewajiban membuat road map tentang pemanfaatan tailing, tentu saja endingnya adalah kerjasama dengan pemerintah daerah, Kabupaten Mimika dan Pemprov Papua, ujar Akademisi Unhas Makassar, Prof Abrar Saleng, usai kegiatan.
“Jadi, FGD hari ini, seandainya Freeport hadir, bisa menjelaskan kandungan mineral dari tailing itu. Sebab, nanti ada Perpres pendelegasian kewenangan kepada Pemprov Papua untuk perijinan yakni batuan dan tambang rakyat,” kata Prof Saleng.
“Pertanyaan selanjutnya, tailing itu disebut mineral logam atau batuan. Kalau batuan, berarti kewenangan ada di provinsi, tapi jika ada unsur mineral maka kewenangan pusat. Jika pusat, ya tentu panjang lagi. Jika di sini, berarti nanti DPR Papua dan Gubernur bisa membuat perda, agar ada kewenangan gubernur untuk mengeluarkan ijin pertambangan batuan,” sambungnya.
Prof Saleng mengungkapkan potensi tailing itu sangat tinggi. Sebab, sejak tahun 1969 – 1991 tercatat sudah capai 3 miliar meter kubik dan diperkirakan kini mencapai 5 – 6 miliar meter kubik. Dan, itu akan terus bertambah sepanjang ada produksi di Freeport yang akan berakhir tahun 2041. Maka peluang cukup besar.
Hanyas aja, lanjut Prof Saleng, kendalanya teknologi belum ada dan penggunaannya hanya untuk konstruksi jalan. Padahal, bisa digunakan untuk keramik, semen dan lainnya. Jika itu pasti, maka akan jadi potensi sumber PAD.
“Tadi Komisi IV DPR Papua akan memperjuangkan untuk Dinas ESDM untuk mengerjakan itu. Jadi, ada dukungan supaya kontribusi sektor pertambangan 37 persen sekarang jangan turun lagi, kasih kembali ke 56 persen,” terangnya.
Namun demikian, imbuh Prof Saleng, untuk mewujudkan itu, maka harus mendudukan empat unsur yakni pemerintah daerah Provinsi Papua dan Pemkab Mimika, investasi yang mengelola, PT Freeport selaku pemilik tailing dan masyarakat hukum adat yang kena dampaknya.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Papua, Frits J Boray berharap dengan adanya FGD ini, bisa melahirkan beberapa kebijakan daerah. Pertama, meletakkan industry apa yang dikembangkan di wilayah itu.
“Kita sudah punya data tentang bagaimana untuk dikembangkan yakni keramik. Kami sudah punya keramik dan yang punya laison untuk keramik itu Pemprov Papua terhadap penggunaan tailing,” katanya.
Kedua, kata lanjut kata Boray, menyangkut pembangunan pabrik semen. Itu juga tengah digeluti. Namun, fokus pada keramik dulu.
Untuk itu, Dinas ESDM menghadirkan semua pihak termasuk Pemkab Mimika dan pakar atau ahli agar duduk bersama dengan masyarakat adat, mereka harus tahu bahwa ada peluang yang harus dibangun.
“Memang tidak mudah untuk membangun itu, tapi kita harus mulai supaya ke depan kita punya harapan agar kita menjadi penghasil atau produsen, jangan kita cuma konsumtif saja,” tandasnya.
Ditempat terpisa, Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim mengatakan jika potensi dari SHP Tailing ini sangat besar hingga mencapai 5 miliar meter kubik.
“Tadinya ini kita anggap sebagai limbah, namun menjadi potensi baru yang harus diolah dan dikelola bisa menjadi keramik dan semen serta lainnya, sehingga bisa menjadi satu sumber PAD yang baru,” kata Beatrix Monim.
Oleh karena itu, kata Beatrix Monim, hal ini didiskusikan bersama, dimana Dinas ESDM mengundang Komisi IV DPR Papua dan sebenarnya ini tindaklanjut rapat kita kemarin dimana DPR Papua mendukung Dinas ESDM.
Komisi IV DPR Papua mendorong agar Dinas ESDM berpikir ekstra untuk menggali potensi PAD terkait dengan sumber daya alam yang dimilik Pemprov Papua.
“Kita harap FGD ini menghasilkan satu pikiran bersama berbicara masalah pemanfaatan SHP Tailing ini dengan Pemprov Papua, Pemkab Mimika dan Pemkab sekitarnya, PT Freeport, masyarakat adat, agar kita mendapatkan satu kesepakatan untuk didorong untuk pengolahan SHP Tailing,” ujarnya.
Yang jelas, lanjut Politisi Partai Nasdem ini, berharap untuk ijin dan kewenangan itu, bisa diberikan oleh pemerintah pusat kepada Pemprov Papua. Sebab, dengan adanya PP 106 tahun 2021 ini, kewenangan untuk mengelola sumber daya alam ini menjadi terbatas. Hanya berupa ijin pertambangan rakyat dan batuan. Namun, terkendala ijin wilayah pertambangan itu belum dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.
Dikatakan, seluruh kebijakan apapun yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat, pemprov dan pemerintah daerah untuk untuk mensejahterakan rakyat, jika tidak didukung dengan anggaran yang memadahi, tentu tidak akan berhasil.
“Oleh karena itu, ini menjadi perhatian kita bahwa DPR Papua mendorong jika itu memberikan potensi PAD yang besar, maka Pemprov Papua untuk melihat sumber potensi PAD yang besar ini. Apalagi, potensi PAD nya cukup besar. Dengan adanya tailing yang mencapai 5 miliar meter kubik,” jelasnya.
Pada prinsipnya, Komisi IV DPR Papua mendukung FGD ini supaya menjadi lebih besar dan menghadirkan semua pihak, agar bisa melakukan tindaklanjut untuk memperjuangkan sehingga bisa membuat SHP Tailing ini bisa dilaksanakan, tidak sekedar diskusi saja, paparnya.
“Ini menjadi kewenangan kita ketika PP 106, kita bisa mendorong dalam regulasi daerah dalam 1 tahun. Komisi IV DPR Papua akan mendorong sebagai hak inisiatif komisi menjadi peraturan daerah tentang pengelolaan sumber daya alam berkaitan dengan implementasi PP 106,” imbuhnya.
Ditambahkan Beatrix Monim, tentu ini semua diatur dalam regulasi daerah yang memberi kewenangan mengatur kewenangan pemerintah dan hak-hak masyarakat adat di dalamnya.
Sebab, sebuah kegiatan di dalam suatu daerah, tentu harus didukung masyarakat adat dan masyarakat setempat, dan semua kebijakan pemerintah dilakukan itu jangan sampai timbul konflik, kembali imbuh Beatrix Monim.
“Diharapkan FGD ini mengerucut dan pasti mendapatkan kesimpulan, kemudian bisa didorong sampai di Kementerian ESDM agar kita mendapatkan kewenangan untuk mengelola SHP Tailing. Oleh karena itu, kita berjuang agar itu menjadi kewenangan provinsi dalam memberikan ijin pengelolaan SHP Tailing ini. Apalagi, potensinya sangat besar luar biasa bagi penerimaan PAD,” jelasnya.
Sebagai Ketua Komisi IV DPR Papua, Beatrix Monim berharap dengan potensi yang mendatangkan PAD besar ini, agar didukung dan bisa diwujudkan. Apalagi, penurunan fiscal daerah, mau tidak mau harus mendorong setiap dinas memaksimalkan potensi-potensi PAD yang bisa dikelola secara maksimal.
“Tahun 2022 ini, kami berharap menjadi tahun strategis untuk pengembangan potensi PAD. Ini tidak hanya dirumuskan di atas kertas, tapi harus didukung dengan anggaran yang memadahi, menjadi tahun strategis peningkatan PAD untuk berikutnya,” pungkasnya.
(Vmt)