Jayapura,Teraspapua.com – DPR RI, terutama Badan Legislasi (Baleg) dan anggota DPR RI dari Dapil Papua, menegaskan jangan asal membagi-bagi tanah Papua seperti potong-potong roti yang semudah itu. Karena aspek untuk membagi Provinsi, tidak bisa klir juga dengan pembagian berdasarkan wilayah adat.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Yulianus Miagoni, anggota DPR Papua dari jalur pengangkatan, menanggapi keputusan DPR RI dalam hal ini, Baleg yang menyetujui mengesahkan RUU Tiga DOB (Daerah Otonomi Baru) beberapa waktu lalu. Dimana tiga Provinsi baru itu yakni, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Pegunungan Tengah Papua.
Dijelaskan Miagoni, DPR RI jangan mengunakan hak legislasinya secara membabi buta. Saya kira DPR RI itukan sama juga dengan DPR Kabupaten Kota maupun DPR Provinsi. Dimana tugas utama memdengar aspirasi rakyat.
Buka berarti menjadi anggota DPR RI mempunya sesuatu yang luar biasa, tentu tidak. Soal pemekaran ini DPR RI minimal harus mendengar laporan dari DPR Provinsi Papua, Pemprov dan juga MRP.
Jangan jadikan Papua ini seperti milik pribadi, papua ini milik kita bersama, oleh sebab itu semua masukan dari lembaga yang ada di Papua harus dipertimbangkan, tegas Miagoni
Contohnya, mereka sudah memberikan angin segar yang mana Ibu kota Papua tenggah itu adalah Mimika. Tetapi Apalagi, ada beberapa daerah yang sudah terbukti dipaksakan pemekaran, padahal DPR RI membagi wilayah itu tanpa dasar, tanpa data dan kajian yang jelas.
Ia, mencontohkan ketika DPR RI memberikan angin segar untuk Provinsi Irian Jaya Tengah di Timika, Kabupaten Mimika saat itu, padahal sebelumnya Mimika adalah pecahan dari Kabupaten Fakfak. Sedangkan, kebanyakan tokoh politik, pemerintahan, gereja itu ada di Nabire, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Puncak dan Puncak Jaya.
“Saya bukan bermaksud menolak Timika jadi ibukota tidak, tapi kajian pemahaman DPR RI tidak sampai kesana, sehingga orang dari kabupaten lain, merasa pemekaran bukan dari Timika. Itu akhirnya bisa jadi masalah, bahkan terjadi perang suku terjadi hingga mengakibatkan 9 orang meninggal dunia saat itu,” jelasnya.
Dengan tegas, Miagoni, mewanti- wanti agar pemekaran di Papua jangan sampai menyisakan masalah. Sebab, jika terburu-buru atau dipaksakan, maka perang bisa hidup kembali dan itu menjadi kegagalan dari DPR RI.
Mereka seenaknya duduk dan berbicara di Jakarta. Mereka bicara seenaknya bahwa Nabire masuk ke Saereri. Bisa saja itu tidak masalah, tapi cuma pertanyaannya caranya bagaimana Nabire bisa masuk ke Saeriri itu? Apakah pemerintahannya dibawa kesana atau orang-orangnya dibawa ke sana? Jangan seenaknya mengatakan Nabire masuk Saereri,” terang Miagoni.
Bukan hanya, lanjut kata Miagoni, termasuk Kabupaten Pegunungan Bintang masuk ke Tabi, namun orang Tabi tidak mau. Padahal, orang Pegunungan Bintang juga merasa tidak mau masuk ke Tabi maupun Papua Selatan, mereka ingin berdiri sendiri.
“DPR RI jangan seenaknya membagi Papua menjadi beberapa provinsi. Coba datang diskusi dengan kami yang ada di provinsi dan DPR Papua, meski ada pejabat yang minta pemekaran ke sana. Mestinya aspirasi yang masuk itu, kita konsultasikan ke kita. Kalau masyarakatnya minta mekar, ya dimekarkan. Tapi, banyak yang menolak pemekaran, bahkan ada yang korban. Namun, seolah kuping mereka tersumbat,” pungkasnya
(Vmt)