Jayapura, Teraspapua.com – Berlangsung di aula kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Pemerintah kota Jayapura melalui Bapenda melakukan sosialisasi pajak restoran dan retribusi persampahan/kebersihan kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di wilayah itu, Senin ( 26/9/2022).
Terkait dengan penataan PKL atau pedagang informal di wilayah kota Jayapura, dimana mereka adalah pedagang-pedagang yang tidak memiliki izin resmi, berbeda dengan Pedagang formal yang memiliki izin seperti SITU dan IMB.
“Jadi, karena sifatnya informal maka ada pedagang yang menetap ada juga yang musiman, pada saat menjelang lebaran, natal dan tahun baru, begitu juga karena musim buah yang datang dari beberapa daerah di Papua,” terang Pj Kepala Bependa Ali Mas’ Udi kepada Teraspapua.com di ruang kerjanya, Rabu (28/9/2022) siang.
Ali Mas’ Udi lanjut merincikan, jumlah pedagang kaki lima di kota Jayapura kurang lebih 5000-an, tapi hanya 1. 500 PKL yang diambil secara sampling untuk tahap pertama.
Ada yang berdagang buah, bakso, lalapan, sate, sol sepatu, servis jam, pedagang emas, semua kita panggil. Untuk pedagang informal ini memang idealnya tidak ada, jika pemerintah melarang juga tentu tidak bijaksana.
“Kenapa pemerintah larang?, karena sesungguhnya para pedagang tersebut menggunakan badan jalan atau trotoar yang itu bukan haknya pedagang, tapi hak pejalan kaki, kendaraan, barang lewat bahkan orang lewat,” ucap Sekertaris Bapenda Kota Jayapura itu.
Untuk di wilayah Kota Jayapura kami tidak melarang tapi perlu ditata, dan untuk penataan, yang paling penting dan utama adalah soal kebersihan. “Itu yang kami jelaskan saat sosialisasi,” imbuhnya.
Untuk itu diingatkan, para PKL wajib memiliki tong sampah, sapu untuk bersih-bersih sebelum dan sesudah berjualan. Karena jika bersih pasti banyak pengunjung yang datang berbelanja.
“Jadi, menjaga kebersihan dan keindahan wajib, mungkin dari sisi penataannya, gerobaknya, tendanya modelnya sama, bahkan ada pengaturan. Pedagang sate, soal sepatu, penjual lalapan harus terpisah,” papar Mas’ Udi.
Sehingga lanjut dia, di situlah nanti akan terjadi semacam destinasi wisata untuk kuliner, kalau orang berkeinginan makan sate harus ke mana, begitu juga mau makan ikan bakar ada tempat khusus masing-masing.
Dengan begitu maka lingkungan jadi indah, sejuk, nyaman, orang yang datang ingin menikmati kuliner juga nyaman, makanannya juga enak di Jayapura,” sambungnya.
Lebih lanjut Pj Kepala Bapenda menyebutkan, para PKL ini sebenar kelas bawah, tapi wajib untuk menjaga kebersiha, kerapian, keindahan. Makanya Bapenda menggandeng Satpol PP dalam sosialisasi itu.
“Pada sosialisasi itu, kabid Penyulusan Satpol PP Kota Jayapura memberikan penyuluhan, saran dari sisi penegakan hukum dan dari sisi penataannya, pengaturannya bahkan penempatan,” kata Mas’ Udi.
Kalau Bapenda ujar Mas’ Udi selain himbauan-himbauan secara umum, tapi lebih fokus ke pajak daerah dan retribusi daerahnya. Yang terpenting bagi para PKL yaitu, menjaga kebersihan, keamanan, keindahan sehingga nyaman dan kota ini menjadi indah.
Dikatakannya, pedagang kaki lima ini sesungguhnya ada kewajiban-kewajiban yang bisa melindungi haknya mereka, seperti berkontribusi, secara umum itu dikenakan retribusi kebersihan dan diukur setiap meter persegi perhari.
“Jadi, selama ini ditagih secara harian, petugas setiap wilayah juga harian, dan ke depan sistim penagihan kita rubah. Dalam sisi penagihan kita juga akan rubah supaya enak di pedagang tapi juga di Bapenda,” tuturnya.
Sementara kewajiban untuk pedagang dikatakan, Ali Mas’ Udi, semua jenis makanan baik itu, penjual bakso, lalapan, kacang hijau dikenakan pajak restoran, yang omsetnya perbulan di atas Rp1 juta kalau di bawah Rp1 juta, karena ini golongan ke bawa, maka kita bebaskan.
Pasalnya, pemerintah harus melindungi masyarakat atau pengusaha bawah, makanya dalam pembinaan atau penanganan pedagang kaki lima Ini melibatkan 4 instansi.
“Bapenda dari sisi pajak, Satpol PP berkenaan dengan penempatan, penertibannya, Perindagkop melakukan pembinaan, berikutnya infrastruktur oleh dinas PUPR dan Kawasan Pemukiman,” tutur Ali Mas’ Udi.
Jadi, kita punya peran masing-masing, tapi Intinya bagaimana orang berusaha di kota Jayapura ini nyaman, karena sesuai dengan undang-undang kita setiap orang berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Dia pun menambahkan, untuk pajak restoran seperti PKL samping Goor Cendrawasih, ada juga di penjual lapan di kawasan Entrop omsetnya lebih dari rumah makan atau restoran.
“Artinya, omsetnya besar, sementara rumah makan, warung makan membayar pajak dan mempunyai izin. Sementara PKL tidak ada kewajiban sesuai dengan Perda Kota Jayapura,” terangnya.
Ali Mas’ Udi juga menjelaskan, yang disosialisasikan, karena selama ini pembayaran pajak hanya melalui karcis, karena dinilai sangat kecil dan itu musiman, tapi ada juga yang tetap.
Menurut Ali Mas’ Udi yang akan dilakukan perubahan dalam system penagihan adalah pedagang yang relatif tetap. Ukuran tetap apabila para pedagang sudah berdagang satu tahun lebih.
Jadi kita akan pakai system penetapan dan punya nilai kelebihan bagi pada Pedagang, karena tidak ditagih setiap hari dan sangat efisien bagi Bapenda.
Ini sangat berpotensi kalau pedagang membawayar paling kecil saja, kami kalkulasi PADnya ada sekitar Rp200 atau Rp300 juta untuk bisa berkontribusi.
(Rco/ red)