Jayapura,Teraspapua.com – Iwan Niode selaku juru bicara kuasa hukum Johannes Rettob dan Silvi Herawaty, sebut hasil audit dari akuntan Tarmizi, terkait dugaan pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Caravan dan helikopter Airbus H-125 di Pemerintah Kabupaten Mimika, diduga menipu Jaksa dan Hakim.
Iwan menjelaskan tadi dalam sidang Jaksa menghadirkan tiga saksi ahli, tetapi yang diperiksa baru dua saksi saksi yang diperiksa pertama yakni Ahmad Fery Tanjung (Ahli PBJ). Saksi ahli Ahmad Tanjung secara formal hanya berbicara soal pengadaan yang tertuang dalam Perpres. Jadi keterangan dia (Ahmad Tanjung) analisis mereka dan kami berbeda, karena kami meninjau dari aspek swakelola tetapi itu diatur sama-sama dalam Perpres. Cuman saksi ahli Ahmad Tanjung ini emosional dan cenderung tidak mau mengungkapkan yang sebenarnya berdasarkan keilmuannya.
Berbeda dengan saksi ahli Iwan Budiono dari kantor akuntan publik tarmizi. Tadi dalam sidang penjelasan dari saksi ahli Iwan Budiono ada kelebihan bayar dari Pemda Mimika. ternyata bukan kelebihan bayar tetapi kekurangan bayar.
“Tidak ada kelebihan bayar dari Pemda Mimika sebesar 4,9 Miliar, tadi dalam sidang kita sudah tunjukan buktinya. Tidak ada kelebihan bayar yang ada kekurangan bayar. Ketika kami konfrontir saksi ahli Iwan Budiono menghindar. Nah artinya tidak ada kerugian negara dalam perkara ini,” tegas Niode, kepada awak media usai sidang di Pengadilan Tipikor, Abepura, Kota Jayapura, Kamis (20/7/2023).
Saya mau katakan saksi ahli Iwan Budiono kerja semrawut. Tadi saat saksi Iwan mengatakan dalam sidang mereka bekerja berdasarkan Standar Jasa Investigasi (SJI) padahal mereka sendiri tidak menguasai SJI, ketika kami konfrontir tentang SJI 5400 dan SJI 5300 dia (Iwan Budiono) kebingungan. Laporan dan isinya sudah tidak benar.
“Jadi saya tekankan “Tidak ada kerugian negara dalam perkara ini,” Tidak ada kelebihan bayar yang ada kekurangan bayar,” terangnya.
Menurut Niode, investigasi yang dilakukan oleh akuntan publik tarmizi hanya mengambil data dari penyidik, dan ini sangat bertentangan dengan standar jasa investigasi. Kalau mereka mengambil data dari penyidik berarti perhitungan kerugian negara yang didasarkan pada SJI 5400. Pertanyaan saya ketika jaksa melakukan penyelidikan dan menaikan status ke penyidikan audit kerugian negara yang mana, yang mereka pakai.
“Tidak ada,” Kan seharusnya dilakukan audit investigasi dulu, kemudian ada indikasi kerugian negara, diteliti barulah dinaikan status jadi penyidikan, ini tidak. Mereka menggunakan akuntan tarmizi ini pada tingkat penyidikan, katanya.
“Jadi tidak ada kelebihan bayar yang ada kekurangan bayar. Jaksa pun kaget, yang dia tipu itu bukan kami saja tetapi jaksa dan hakim pun ditipu oleh hasil audit yang dilakukan oleh akuntan tarmizi,” pungkasnya.