Jayapura,Teraspapua.com – Ketua Harian PB PON Papua, Dr Yunus Wonda, SH, MH. Menanggapi Pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono yang menyebut ada dugaan korupsi dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2022 di Papua mencapai Rp 6 triliun – Rp 8 triliun.
“Kami menyampaikan terimakasih kepada Kejaksaan Tinggi Papua, karena memang 2022 pihaknya sudah diperiksa. Memang yang lama kami menunggu selama ini kapan kami diaudit dan untuk APBN itu sudah clear atau selesai dimana hasilnya pertanggungjawabannya baik,” ujar Yunus Wonda lewat via telephone seluler, Rabu (20/12/2023).
Terkait anggaran APBD, Yunus Wonda mengaku jika pihaknya menunggu kapan dilakukan audit, sebab jika tidak segera diaudit tentu menjadi beban bagi PB PON.
“Kami terimakasih dari Kajati Papua yang mengumumkan adanya indikasi korupsi dana PON senilai Rp 6 triliun hingga Rp 8 triliun. Mungkin itu secara keseluruhan mulai dari pekerjaan fisik termasuk disitu, baik fisik untuk penyelenggaranya sendiri dan juga eventnya,” ujarnya.
Namun, lanjut Yunus Wonda, PB PON menerima anggaran untuk penyelenggara, seperti peralatan penyelengaraan yang dilakukan sesuai standar internasional, sehingga dana yang masuk ke PB PON itu sangat jelas.
Yunus juga blak-blakan mengungkapkan jika anggaran dana hibah dari APBD Provinsi Papua yang diterima PB PON mulai tahun 2016 sebesar Rp 15 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 10 miliar, tahun 2018 sebesar Rp 10 miliar, tahun 2019 sebesar Rp 170 miliar, tahun 2020 sebesar Rp 1,584 triliun, tahun 2021 (induk plus perubahan) sebesar Rp 642 miliar dan tahun 2022 sebesar Rp 150 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp 2,58 triliun.
Sedangkan, dana yang diterima PB PON dari APBN total mencapai Rp 1,299 triliun, dimana dana eksisting sebesar Rp 101,3 miliar, dana tambahan (tahap I) sebesar Rp 715,4 miliar dan dana tambahan (tahap II) sebesar Rp 482,4 miliar.
“Kami mendapatkan anggaran dari APBN yang totalnya diputuskan pemerintah saat itu adalah Rp 1,3 triliun, tetapi fisik yang kami terima adala Rp 1,1 triliun. Dimana ada pengelompokan dana eksisting yang dikelola Kemenpora yang nilainya Rp 101,3 miliar, sementara dana yang diterima PB PON tahap pertama sebesar Rp 715,4 miliar dan dana tambahan tahap II itu sebesar Rp 482,4 miliar, sehingga totalnya Rp 1,299 triliun. Jadi, total dana penyelenggara PON itu Rp 3,8 triliun, itu dana yang diterima PB PON sebagai penyelenggara dan PB PON tidak mengerjakan fisik” beber Yunus Wonda.
Yunus yang selama ini memilih diam terkait adanya hutang hutang pihak ketiga, akhirnya juga bicara blak – blakan kepada publik.
“Yang pertama yang harus saya jelaskan bahwa ketika masterplan PB PON itu semua sekitar Rp 4,3 triliun, dimana asumsinya Rp 2 triliun menjadi tanggungjawab APBN dan Rp 2 triliun lebih jadi tanggungjawab APBD. Namun, dalam perjalanan, di APBN melakukan revisi, sehingga dana APBN hanya Rp 1,3 triliun dari dana Rp 2 triliun,” ujarnya.
Dijelaskan, dari anggaran Rp 1,3 triliun itu, PB PON Papua sudah melakukan pembelanjaan baik untuk konsumsi, perlengkapan akomodasi dan lainnya. Namun, didalam perjalanan, begitu proses pencairan ketika melaksanakan PON 1 minggu lagi, tetapi anggaran APBN belum turun.
“Saat itu, 1 minggu sebelum pelaksanaan PON, anggaran APBN belum turun. Namun, kami tidak bisa membuat alasan karena tidak ada anggaran PON ditunda. Bahkan, arahan bapak Presiden Jokowi sangat jelas kepada saya sebagai Ketua Harian waktu kami hadir rapat bahwa penyelenggaraan PON tetap dibuka sesuai jadwal yakni 2 Oktober 2022. Mau tidak mau, suka dan tidak suka maka PON harus jalan, sementara anggaran APBN itu belum cair, sementara PON sudah dilaksanakan di bulan September,” jelasnya.
“Dan, disitu akomodasi sudah mulai kami tanggung. Konsumsi sudah harus kami tanggung, padahal anggarannya dari pusat atau APBN, bukan dari APBD, sehingga saya sebagai Ketua Harian PB PON memerintahkan kepada bendahara saya untuk kami tidak boleh ada alasan hanya gara gara belum ada anggaran dari pusat PON ini dibatalkan, tetapi PON tetap berjalan, sehingga anggaran dari APBD kami sub masuk, karena asumsi kami anggaran APBN akan turun dan kami gunakan anggaran yang nilainya mencapai Rp 300 miliar lebih,” sambungnya.
Yunus pun mengungkapkan bahwa setelah PON berjalan tinggal 1 minggu lagi, baru anggaran dari pusat untuk tahap I cair. “Waktu saya tandatangan, saya punya pikiran bahwa dana akan keluar Rp 1,3 triliun. ternyata begitu saya tandatangan di Kemenpora itu dananya tahap I keluar Rp 715,4 miliar.
“Artinya, itu tidak bisa menutupi anggaran yang sebelumnya ditutupi dari APBD itu. Saya tetap memerintahkan kepada bendahara saya tidak boleh dipotong dulu. tetap jalankan normal, karena akan berdampak pada konsumsi, sehingga kami tidak lakukan penutupan hutang yang diambil dari APBD. Tahap II yang harusnya turun Rp 600 miliar, tapi hanya turun Rp 482 miliar lebih, sehingga tidak bisa menutupi lubang yang kami ambil dari APBD,” jelasnya.
Ironisnya, kata Yunus Wonda, dana tahap II yang dicairkan itu, bukan dalam pelaksanaan PON, tetapi PON sudah selesai yakni pada bulan kedua setelah PON dana dari APBN tersebut cair. Hal itulah yang membuat PON masih menyisakan kekurangan pembayaran, karena dana APBD digunakan untuk menutupi APBN. Namun, harapan itu meleset, lantaran anggaran APBN turun seharusnya Rp 600 miliar, tapi hanya Rp 482 miliar saja, sehingga pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa.
“Itulah terjadi sampai hari ini masih terjadi hutang Rp 340 miliar. Nah, masih adanya hutang itu, kami meminta Inspekstorat untuk diaudit, sehingga berapa sebenarnya yang harus dibayarkan,” tandasnya.
Terkait penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Papua terhadap penyelanggaraan PON Papua, Yunus mengaku justru pihaknya menunggu hingga saat ini, agar pihaknya sebagai panitia merasa beban itu bisa diselesaikan dan semua ada kepastian.
“Kami sudah menyurat kepada Pemprov Papua menyerahkan semua kewenangan bahwa PB PON sudah selesai dan kami sudah serahkan semua pertanggungjawaban kami bahwa tugas kami sudah selesai. Kami panitia yang dibentuk oleh pemerintah yang bersifat ad hoc dan kami sudah menyampaikan bahwa masih ada tunggakan sebesar Rp 340 miliar dan kami minta itu diaudit, nah itu ada di konsumsi dan beberapa item pembukaan dan perlengkapan,” katanya.
Yunus menegaskan PB PON menerima anggaran dari APBD dan APBN totalnya Rp 3,8 triliun saja. Bukan Rp 6 triliun atau Rp 8 triliun. “PB PON tidak pernah menerima anggaran sebesar itu. Mungkin itu dihitung dari pembangunan fisik. Tapi PB PON tidak mengerjakan fisik, PB PON hanya menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan PON dan selama penyelenggaraan,” tandasnya.
“Kenapa konsumsi dan akomodasi itu biayanya cukup besar? Karena harus perlu kita ingat bahwa penyelenggaraan PON di Papua satu satunya, semua gratis. Akomodasi itu gratis, konsumsi itu gratis, transportasi lokal disini itu semua gratis, atas kebijakan Ketua Umum bahwa kami harus lakukan yang terbaik, sehingga itu yang membuat pembengkakan terjadi. Apalagi, penyelenggaraan PON di Papua masih dalam keadaan Covid-19 dan kami lakukan semua ini karena PON dalam situasi yang tidak normal dilakukan, bahkan ada peralatan dari kesehatan yang diluar bugjed kami tapi itu wajib disediakan untuk event PON ini,” paparnya.
Namun, kata Yunus, seluruh warga di Indonesia mengetahui bahwa PON di Papua merupakan PON yang tersukses sepanjang sejarah bangsa Indonesia.
“PB PON sangat senang ketika diaudit. dan itu kami tunggu hampir 2 tahun setelah penyelanggaraan PON. Sampai hari ini kami belum diaudit. Anggaran dari APBD belum diaudit sampai hari ini. Padahal, kami sudah menyurat untuk diaudit. Audit internal sudah dilakukan Inspektorat, tapi arahan dari Kemenpora bahwa untuk audit tidak bisa menggunakan Inspektorat, tapi harus menggunakan BPKP dan dalam penyelenggaraannya melibatkan APIP yang didalamnya ada Kejaksaan, Kepolisian, Inspektorat, BPKP semua terlibat mulai awal persiapan sampai penyelenggaraan termasuk dalam semua proses pembayaran,” terangnya.
Sebagai Ketua Harian PB PON Papua, Yunus Wonda mengaku senang bahwa sedang ada pemeriksaan terhadap PB PON Papua. Bahkan, pihaknya sudah diperiksa semua, termasuk ada pihak – pihak yang belum diselesaikan, sebenarnya itu menjadi tanggungjawab pemerintah, bukan tanggungjawab dari PB PON Papua.
“Tugas kami sudah selesai. Kami tinggal menunggu kapan diaudit,” tandasnya.
Soal pernyataan Kejati Papua, Yunus Wonda menambahkan jika kemungkinan itu secara keseluruhan termasuk pembangunan fisik dari awal.
“Kami dari penyelenggara sendiri dana yang kami terima baik dari APBD maupun APBN itu totalnya hanya Rp 3,8 triliun saja. Masterplan kami itu Rp 4,3 triliun, namun hanya diberi Rp 3,8 triliun. Kami sebagai PB PON siap diaudit dan kooperatif ketika diminta memberikan penjelasan, terkait penyelenggaraan PON. Sekali lagi jika dikatakan ada Rp 6 triliun – Rp 8 triliun, itu mungkin dari awal fisik PON, kami sendiri terima anggaran Rp 3,8 triliun saja,” ujarnya.
Yang jelas, Yunus berharap agar pemberiataan terkait adanya dugaan korupsi pada penyelenggaran PON XX di Papua itu seimbang, agar publik tidak menganggap bahwa PON itu menghabiskan anggaran Rp 8 triliun. Padahal, PB PON hanya mengelola anggaran Rp 3,8 triliun.
Terkait dana konsumsi yang belum dibayarkan, Yunus menegaskan bahwa konsumsi itu bukan menggunakan anggaran APBD Provinsi Papua, tapi menggunakan dana APBN dimana sampai saat ini belum dibayarkan sebesar Rp 120 miliar oleh pemerintah pusat.
“Untuk konsumsi, kami sampai saat ini masih berjuang agar dicairkan oleh pemerintah pusat. Itu masih ada Rp 120 miliar yang belum dibayarkan oleh pemerintah pusat. Sebenarnya hari ini PON ini yang muncul adalah dari seluruh aspek sukses, hanya diadministrasi adalah terkait belum bayar dari APBD maupun APBN. Apalagi, dari APBN menganggap hasil audit sudah final. Konsumsi dibawah anggaran APBN, bukan dari APBD dan saat ini masih diperjuangkan teman teman konsumsi di pusat,” tandasnya.