Jayapura, Teraspapua.com – Proses reposisi Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD sudah tertuang dalam pasal 45 ayat (2), pasal 47 ayat (6), pasal 51 ayat (5), pasal 55 ayat (6), pasal 120 ayat (8).
Kemudian PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan junto pasal 58 ayat (5), pasal 60 ayat (6), pasal 65 ayat (5), pasal 69 ayat (6), dan pasal 98 (9) tata tertib (Tatib) DPRD Kota Jayapura.
Proses reposis AKD adalah suatu proses yang sudah menjadi agenda lembaga pada saat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan masa jabatan anggota legislatif. Untuk itu, apa yang terjadi saat ini sudah menjadi proses yang biasa di lembaga DPRD, sehingga tidak perlu ada manufer-manufer politik yang dapat menghambat agenda-agenda kerja DPRD Kota Jayapura dalam memperjuangkan dan menyerap aspirasi masyarakat.
“Lantaran memperatahankan kepentingan politik. Dengan demikian pada tanggal 3 Juni 2022, kami 4 (Empat) fraksi telah menyurati pimpinan dan segenap anggota DPRD Kota Jayapura agar kelanjutan pembahasan AKD ditunda untuk melakukan konsultasi hukum dan difokuskan untuk peduli, dengan persoalan yang tengah terjadi, bukan justru energi dihabiskan untuk perebutan iekuasaan AKD dengan ego sentris yang tidak berujung,” ujar Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Mukri M. Hamadi, S, IP dalam rilis pernyataan 4 ketua fraksi yang diterima Teraspapua.com, Sanin ( 25/7/2022) malam.
Aakan tetapi lanjut Mukri, Ketua DPRD Kota Jayapura mengesampingkan surat 4 (empat) fraksi tersebut dan memilih menjalankan pembahasan dan pelaksanaan reposis AKD secara sepihak dengan tidak sesuai dengan prosedur bahkan hanya dihadiri anggota DPRD yang berasal dari kualisi fraksi golkar.
Dan Menurut Mukri, melanggar segala bentuk peraturan perundang-undangan dan tata tertib DPRD Kota Jayapura yang berlaku sehingga berunjung pada tanggal 11 juni 2022.
Kami 4 (empat) dari 5 (lima) fraksi yang ada di DPRD Kota Jayapura yaitu PDI Perjuangan, Nasdem, BTI, dan fraksi KSD (20 anggota DPRD Kota Jayapura) menyatakan mosi tidak percaya terhadap ketua DPRD Kota Jayapura.
Lanjut Mukri, pada tanggal 28 juni 2022 berdasarkan itikad baik dari Pj. Wali Kota Jayapura, Dr. Frans Pekey, M, Si mengundang pimpinan dan anggota DPRD Kota Jayapura dari 4 (empat) fraksi yang menolak peroses reposisi AKD yang dilaksanakan oleh ketua DPRD Kota Jayapura.
Dengan tidak sesuai prosedur tersebut untuk berdialog diruang kerja Wali Kota Jayapura.
Dalam pertemuan tersebut kami 4 (empat) fraksi hanya meminta kepada ketua DPRD Kota Jayapura dan partai-partai kualisi partai Golakar untuk hentikan manufer pembentukan fraksi gabungan tambahan, ditengah masa jabatan 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.
Sebab pembentukan fraksi gabungan tambahan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan dan tata tertib DPRD.
Selanjutnya, pada tanggal 4 Juli 2022, saudara Pj. Wali Kota Jayapura kembali mengundang segenap pimpinan dan anggota DPRD Kota Jayapura beserta ketua-ketua DPC partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Jayapura untuk bertemu bersama dalam forum rapat kerja yang bertempat di Hotel Ultima Entrop-Jayapura.
“Rapat tersebut dipimpin langsung oleh ketua DPRD, Abisai Rollo, SH dan dihadiri oleh unsur eksekutif, dan terjadi perdebatan yang panjang terkait interpretasi atau penafsiran norma-norma yang terkandung didalam pasal-pasal yang mengatur tentang prosedur dan kewenangan pembentukan AKD masa jabatan 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan,” beber Mukri.
Dengan demikian, maka terjadi kesepakatan bersama agar rapat diskorsing 3 (tiga) hari dan akan dilanjutkan dengan agenda menghadirkan ahli/pakar hukum guna melakukan anotasi terhadap pasal-pasal peraturan perundang-undangan dan tata tertib DPRD Kota Jayapura yang mengatur terkait prosedur, kewenangan, dan substansi pembentukan AKD masa jabatan 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.
“Pada tanggal 15 juli 2022 kami 4 (empat) fraksi kembali menyurati pimpinan dan sekretaris DPRD Kota Jayapura guna mempertanyakan kelanjutan rapat sesuai kesepakatan pada tanggal 04 juli 2022, namun bukannya rapat sesuai kesepakatan tersebut diagendakan oleh ketua dan sekretaris DPRD, namun yang terjadi adalah ketua DPRD, kembali dengan arogansi politiknya mengabaikan kesepakatan bersama tersebut dengan menandatangani undangan rapat unsur pimpinan untuk mengesahkan surat keputusan (SK) AKD hasil pleno pembentukan AKD yang sudah dari awal kami anggap tidak sah dan cacat secara hukum tersebut,” Paparnya.
Dengan melihat situasi dinamika yang berkembang selama satu bulan lebih terhitung tanggal 03 Juni 2024 hingga saat ini, diantaranya persoalan internal kisruh pembentukan AKD DPRD Kota Jayapura yang tak kunjung disikapi dengan bijak oleh ketua DPRD Kota Jayapura.
Sehingga berunjung penolakan dari 4 (empat) fraksi, maka dengan ini kami 4 (empat) fraksi mengambil sikap sebagai berikut:
1. Kami 4 (empat) fraksi yaitu fraksi PDI Perjuangan, Nasdem, Bhineka Tunggak Ika (BTI), dan fraksi kebangkitan solidaritas demokrat (KSD) akan tetap menjalankan fungsi-fungsi kedewanan dengan struktur AKD sesuai surat keputusan (SK) sampai dengan adanya keputusan sesuai kesepakatan bersama dapat dilaksanakan.
2. Kami menyampaikan kepada yang terhormat ketua DPRD Kota Jayapura agar dalam mengambil keputusan atas nama lembaga tidak bertindak sewenan-wenang, otoriter dan mengabaikan asas demokrasi, serta mengabaikan prinsip kolektif kolegial.
“Jangan berkedudukan sebagai ketua sehingga semena-mena mengambil keputusan dan bertindak sendiri atas nama lembaga dewan, sebab penilaian buruknya kinerja ketua DPRD dalam memimpin lembaga pemerintahan legislatif DPRD tidak lahir dari persoalan sujektifitas orang perorangan saja di DPRD,” tandasnya.
Tetapi ada 39 orang dari 40 orang anggota DPRD Kota Jayapura yang menilai, bahkan 4 (empat) dari 5 (lima) fraksi di DPRD Kota Jayapura, untuk itu kami sarankan agar saudara ketua DPRD Kota Jayapura dalam memimpin lembaga ini tidak perlu dipengaruhi oleh orientasi politik pragmatis yang jangka pendek.
3. Kami 4 (empat) fraksi mengingatkan kepada ketua DPRD, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Untuk itu ketua DPRD agar mencari solusi bersama pimpinan DPRD yang lain agar tetap melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tupoksi masing-masing, karena menurut hemat kami lembaga ini tidak boleh vakum dan stagnan,” tutup Mukri.
(red-tp)