Tuntut Hak Tanah Bandara, Masyarakat Adat Sentani Minta Batalkan Sertifikat Yang Diterbitkan BPN Kabupaten Jayapura

Sentani, Teraspapua.com – Masyarakat adat Sentani selaku pemilik tanah adat bandara minta agar BPN Kabupaten Jayapura segera membatalakan penerbitan sertifikat.

Mereka masih merujuk pada sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah berdasarkan Besluit Van Gouverneur Van Netherland New Guinea.

Masyarakat adat pun sangat kecewa dan marah karena pemerintah kembali menerbitkan sertifikat melalui BPN Kabupaten Jayapura.

Pernyataan ini disampaikan salah satu masyarakat adat Sentani Beatriks felle kepada Terasppaua.com di kantor BPN Kabupaten Jayapura, Senin, (22/05/2023) saat melakukan aksi demo.

“Kami masyarakat adat Sentani memperjuangkan hak tanah bandara sampai hari ini atas dasar perjuangan orang tua kami dari tahun 70 an sampai mereka meninggal dunia,” kata Beatriks felle .

Untuk itu kami anak-anak adat menutut hak orang tua kami, dan kami ingin harus ada edukasi yang baik dan mediasi dari semua pihak, instansi terkait penyelesaian tanah terhadap masyarakat adat supaya di bayar hak mereka.

Sesuai peta yang ada pada baliho yang kami pajang di depan pagar kantor BPN kabupaten Jayapura, ada warna merah sudah di bayar pada tahun 2000, dan warna hijau tahun 2023. Kendati sudah di bayar tapi masih ada 39 hektar yang bermasalah.

“Saat ini kami lebih fokus pada jalur tengah warnah kuning, karena ada kesepakatan dengan pemerintah pusat maupun daerah, supaya kami masyarakat bertemu dengan semua pihak baru di bayarkan,” ujar Beatriks.

Lanjut Beatriks, kami sudah pernah rapat dengan Menteri Perhubungan, namun jawabnya tanah ini milik Negara, tapi mereka tidak memberikan solusi kepada kami,” sambung dia.

“Pada tanggal 11 Desember 2014, saya di minta untuk memberikan keterangan oleh Kabag hukum supaya menjelaskan kronologisnya,” lanjutnya.

Beatriks menilai ada unsur kesengajaan pemerintah supaya di selesaikan melalui jalur hukum, agar masyarakat di kalahkan. Karena tegas dia, masyarakat tidak mempunyai dana untuk membayar hakim.

“Ini sebuah skenario yang diatur oleh pemerintah daerah, karena ungkap dia, pemerintah telah menerbitkan sertifikat tanpa sepengetahuan kami,” bebernya.

Tentu Pemerintah takut akan membayar ganti rugi dengan harga yang mahal kepada kami masyarakat ada Sentani.

Untuk itu, kami akan menunggu proses mediasi dari pihak pemerintah pada Rabu 24 Mei untuk mendapatkan titik terang dan solusi terkait hak kami khususnya tanah bandara,” Sambung.

Sementara Wakil Kepala BPN Kabupaten Jayapura Daniel Koromat mengatakan jika Sertifikat itu di terbitkan oleh pejabat administrasi.

Dokumen yang kita bawah itu sesuai, maka di terbitkan sertifikat. Jika tidak sesuai tentu masyarakat juga punya hak untuk menggugat secara administrasi dan jelas secara administrasi cacat, maka gugatan masyarakat adat bisa membatalkan terbitnya sertifikat,” terangnya.

(Yan)