Jayapura, Teraspapua.com – Babak baru dan sejumlah fakta menarik terungkap dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi penggunaaan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tahun 2021 yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin (10/3/2025)
Sidang dengan menghadirkan empat orang terdakwa yakni Vera Parinussa (Koordinator Venue PON XX), Reky Douglas Ambrauw (Koordinator Bidang Transportasi) Theodorus Rumbiak (Bendahara Umum Pengurus Besar PON) dan Roy Letlora (Ketua Bidang II Pengurus Besar PON).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Derman Parlungguan Nababan, didampingi dua hakim anggota.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaa saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Wakil Bendahara I Panitia Besar (PB) PON Papua, Eka Kambuaya, staf keuangan, Sonya Baransano, dan Baharudin selaku staf keuangan dari Bendahara umum.
Fakta menarik pun dikemukakan Eka Kambuaya yang dalam persidangan itu dicecar seputar pengggunaan dana peresmian stadion Lukas Enembe Dimana dalam struktur kepanitiaan dia juga selaku Bendahara. Serta penggunaan dana yang dia lakukan dalam jabatan sebagi Wakil Bendahara Umum 1.
Eka membeberkan, dalam panitia peresmian stadion Lukas Enembe total ada dana yang dipinjam panitia dari kas PB PON Papua sebanyak Rp62 miliar lebih dan setelah dana bantuan dari APBD pemerintah provinsi dicairkan, baru dan tersebut diganti hanya Rp.45 miliar. Sisanya ia serahkan kepada sejumlah pihak dan lebih banyak kepada ketua harian PB PON yakni Yunus Wonda.
“Semua dana yang saya serahkan atas petunjuk dari pak Ketua Harian. Saya serahkan pada beliau dan sejumlah pihak beberapa kali dan tanpa ada kuitansi atau dokumentasi resmi. Karena demikian petunjuk dari Ketua Harian,” beber Eka Kambuaya.
Eka Kambuaya pun mengaku beberapa kali menyerahkan uang kas kepada ketua Yunus Wonda dalam jumlah besar. Diantarnya Rp10 miliar yang diantar ke daerah Hol pada tanggal 25 Oktober 2020 dengan alasan pembayaran palang stadion Lukas Enembe.
“Dana juga diserahkan kepada sopir ketua harian PB PON senilai Rp2,5 miliar yang diberikan di belakang kantor PB PON Hamadi. Selain itu pemberian kepada Yusuf Yambe sebesar Rp6 miliar, kemudian kepada Sekum PB PON, Elia Loupati Rp150 juta,” bebernya lagi.
Dia juga mengaku memberikan dana kepada Theo Rumbiak sebesar Rp350 juta yang dititipkan melalui salah satu staf keuangan atas nama Olive dan diketahui oleh Sonya Baransano yang juga hadir sebagai saksi dalam persidangan itu.
Selain dalam jabatan sebagai bendahara peresmian Stadion Lukas Enembe, Eka Kambuaya juga di cecar hakim, jaksa dan tim kuasa hukum para terpidana dalam jabatannya sebagai Wakil Bendahara I.
Eka diketahui mengelola dana Rp107.5 miliar dana kesekretariatan yang menurut pengakuannya dan dibenarkan oleh Jaksa bahwa total Rp60 miliar ditransfer pada sejumlah pihak dan tercatat dalam rekening koran. Hanya saja sisanya ia tarik tunai dengan alasan pembiayaan sekretariat dan disimpan brankas dan lainnya.
“Semua uang yang saya berikan pada ketua harian dan para penerima lain adalah uang kas. Saya disuruh antar sendiri kepada ketua harian dan penerima,” jelasnya.
Eka juga mengaku takut saat hendak mengantarkan dana tersebut, sehingga suaminya diajak untuk menemani. Saat serahkan uang saya sendiri yang berikan.
“Soal dokumentasi dan kuitansi memang tidak ada pak hakim, karena semua perintah ketua harian,” kata Eka menjawab pertanyaan ketua Majelis Hakim Derman Parlungguan Nababan yang menyesalkan hal tersebut.
Apalagi saksi Eka menurut hakim Derman Parlungguan Nababan adalah orang terpelajar yang harusnya paham konsekuensi hukumnya.
“Ibu ini seperti bendahara pribadi ketua harian bahkan menurut saya statusnya lebih tinggi dari bendahara umum. Karena yang dijelaskan semua ibu membawa uang kas dan bagi-bagi,” timpah Hakim anggota lainnya yang mendapat giliran bertanya yang langsung dibantah Eka Kambuaya.
Hal lebih aneh terkuak dari pengakuan saksi lainnya yakni Baharudin yang adalah staf keuangan yang membantu bendahara umum, Theo Rumbiak. Dia mengaku total mengelola Rp.51,7 untuk kesekretariatan yang penggunannya bervariasi mulai konsumsi hingga perjalanan Dinas.
Baharudin juga mengaku menerima uang dari Eka Kambuaya dan selalu melapor kepada bendahara umum perihal pemakaian uang.
Yang lebih aneh, Baharudin juga tak menampik bahwa hanya dia seorang yang memegang kunci brankas uang kas PB PON, sejak awal panitia terbentuk hingga saat ini.
“Kunci Brankas ada dua. Keduanya saya yang pegang yang mulia. Jadi hanya saya seorang yang bisa buka brankas,” jelas Bahar menjawab hakim.
Ada beberapa hal diakui Baharudin tak sesuai peruntukan atau berdasarkan Daftar Pengguna Anggaran yang mereka pegang.
Salah satunya ada tagihan oleh bendahara umum yang diakuinya adalah perintah Ketua Harian, untuk membayar dana sebesar Rp4 miliar kepada Rafael Fatih Fakhiri dengan alasan membayar kekurangan biaya kendaraan untuk tamu VIP di Kota dan Kabupaten Jayapura.
“Saya hanya membayar sesuai perintah Bendahara,” kata Bahar.
Munculnya nama Rafael Fatih Fakhiri yang melakukan penagihan kekurangan dana mobil tamu VIP senilai Rp4 miliar itu membuat salah satu terpidana yakni Ketua Bidang Transportasi, Reki Ambrauw menyeletuk saat diminta Jaksa untuk kedepan hakim melihat sejumlah dokumen tentang itu.
“Saya tidak kenal orang ini dan tak pernah kami membuat kontrak dengannya,” cetus Reki Ambrauw depan majelis hakim.
Sementara Saksi lainnya, Sonya Baransano yang juga salah satu staf keuangan yang mengaku antara lain mengumpulkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) untuk dibuat menjadi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), membantah Dua keterangan Eka Kambuaya.
Pertama perihal keterangan bahwa dirinya juga menerima uang senilai Rp200 Juta oleh Eka.
“Tidak benar yang Mulia. Cerita uang itu adalah dari rekening saya yang dipinjam oleh Eka Kambuaya lalu dikirimi uang Rp200 juta. Lalu uang tersebut kami ambil lagi Rp100 juta dikasi kembali kepada Eka dan sisanya ditransfer pada Ketua Harian,” sanggahnya.
Lalu keterangan Eka Kambuaya bahwa saksi Sonya juga mengetahui bahwa ada dana Rp350 juta yang diberikan pada Theo Rumbiak selaku bendahar umum melalui ibu Olive.
“Saya sama sekali tidak pernah tahu soal itu,” ujar Sonya yang mengaku sudah selesai mengumpulkam SPJ yang bersumber dari dana APBN dan sudah selesai dibuatkan LPJ nya.
Bantahan Sonya ini pun tak lagi dibalas sanggahan oleh Eka Kambuaya. Sidang akhirnya ditutup dan diagendakan Kembali berlangsung pada Jumat (14/03/2025).
Bernadus Wahyu Wibowo selaku penasehat hukum Theo Rumbiak usai sidang mengatakan, apa yang disampaikan saksi Eka Kambuaya menurutnya banyak yang tidak benar.
Sementara tim kuasa hukum Reki Ambrauw, Erwin Dumas Hutagaol, Rikopotan Gultom dan Julius Jansen Pardjar menegaskan kliennya tidak mengetahui terhadap hal itu soal penggunaan dana Rp4 milyar di luar DPA. Dari keterangan ketiga saksi juga menegaskan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan kliennya. Karena tidak ada tanda tangan, tidak ada konfirmasi.
“Mungkin jaksa yang lebih tau. Tetapi yang jelas konfirmasi dari saksi bahwa itu tidak ada dalam mata anggaran yang dikelola bidang transportasi oleh klien kami,” ungkap Erwin.
Saat ini sebagai tim hukum fokus kepada kliennya di bidang transportasi. “Kalau persoalan itu mungkin bisa dikonfirmasi kepada jaksa arahnya kemana. Karena di dalam dakwaan tidak ada disebutkan kepada klien kami tidak disebutkan nama kliennya dan saksi juga mengatakan tidak,”tukasnya.
Diketahui posisi Recky D. Ambrauw dalam PB PON XX Papua sebagai Koordinator Bidang Transportasi. Dipersidangan itu adalah sidang lanjutan pemeriksaan saksi.
Ada tiga saksi yang diperiksa yakni Thercia Eka Kambuaya, Sonya Baransano dan Baharudin.Dari ketiga saksi itu sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan kliennya terdakwa Recky D Ambrauw. Tetapi ada irisan – irisan tertentu. Terutama mengenai jumlah anggaran yang dikelola khususnya bidang transportasi.
Dari keterangan saksi dana yang dikeluarkan untuk bidang transportasi sebesar Rp.5,1 milyar saja. Dari dana RP5 milyar lebih itu sudah dipertanggung jawabkan.
Dikatakan, Bukti pertanggung jawabannya di PB PON XX tahun 2021 juga sudah dilakukan secara tertulis. Dimana prosesnya semua by transfer dan masuknya semua ke rekening panitia Bidang transportasi dan tidak ada yang masuk ke rekening pribadi dari kliennya.
“Begitu juga saat dikonfirmasi ke tiga saksi, bahwa tidak memberikan dana tunai untuk digunakan secara pribadi kepada klien kami. Sehingga sebenarnya kami harapkan didalam persidangan berikutnya nanti. Persoalan ini benar – benar terbuka,”harap Erwin.
Dikatakannya banyak pemberitaan di media sosial soal kerugian negara dari dana PON Papua yang jumlahnya terbilang fantastis. Tetapi menurutnya harus membedakan siapa melakukan apa dan harus bertanggung jawab apa. Sehingga tidak bisa disamaratakan semua terdakwa ini.
“Khususnya klien kami Koordinator bidang transportasi dimana berdasarkan keterangan saksi yang sudah diperiksa sejauh ini, tidak ada hal mayor yang dilakukan klien kami,” ungkapnya.
Kalaupun misalnya ada kesalahan administrasi nantinya saksi akan menjelaskan apakah memang ada kesalahan yang terjadi disana.
Tetapi kalau terkait dengan kerugian negara yang selama ini kita dengar informasinya bahwa itu bukan terhadap klien kami.
Karena menurutnya, dari anggaran bidang transportasi itu semuanya hanya Rp5,1 milyar saja dan itu sudah dipertanggung jawabkan kepada PB PON sebagaimana keterangan dari saksi yang sudah diperiksa yang menjadi fakta hukum,” akuinya.(red)