Jayapura, Teraspapua.com – Kota Jayapura adalah kota jasa dan perdagangan, yang merupakan andalan untuk pemerintah menggali potensi-potensi pajak sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
Dengan demikian Pemkot Jayapura hanya memungut dari dunia usaha seperti, pajak hotel, restoran rumah makan dan rumah sewa, sesuai peraturan daerah.
Maka untuk memastikan penerapan peraturan daerah (Perda) kota Jayapura, pimpinan dan anggota DPRD kota Jayapura selama beberapa hari ini melakukan pengawasan, guna memastikan penerapan Perda Nomor 33 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam pengawasan Perda tersebut, DPRD lebih meruncing kepada pajak air tanah yang di digunakan oleh hotel-hotel di kota Jayapura. Karena dunia usaha seperti perhotelan juga merupakan penyumbang PAD bagi kota Jayapura.
“Dengan membayar pajak, kita turut mendukung pembangunan di kota Jayapura, apalagi kota Jayapura hanya mengandalkan sektor jasa untuk mendongkrak PAD,” kata wakil ketua I DPRD kota Jayapura, Joni Y. Betaubun kepada sejumlah media di lantai tiga kantor DPRD kota Jayapura, Kamis (30/5/2024).
Kata Joni Betaubun, pimpinan dewan dan segenap anggota DPRD kota Jayapura dalam melakukan pengawasan Perda tersebut, dengan mengundang para wajib pajak (WP) hotel yang ada di seluruh wilayah kota Jayapura.
“Kita ingin pastikan bahwa semua WP hotel di kota Jayapura sudah membayar pajak air bawah tanah,” jelas Betaubun.
Namun kata Betaubun , berdasarkan penjelasan dari dinas lingkungan hidup dan kebersihan (DLHK) Kota Jayapura ada keterbatasan meteran untuk dipasang di hotel.
Kendati demikian, politisi PDIP Perjuangan kota Jayapura ini mendorong agar penganggaran berikut, semua dunia usaha yang memanfaatkan air bawah tanah wajib membayar pajak.
“Kami juga menghimbau kepada usaha-usaha lain yang menggunakan air bawah tanah untuk wajib membayar pajak,” tandasnya.
Sementara kepala bidang penagihan Bapenda kota Jayapura, Andreas Rahabeat mengatakan WP hotel dan restoran rumah kost tidak ada piutang.
Karena ketika kami tetapkan muncul piutang maka kami langsung melakukan penagihan dan tidak diserahkan kepada DLHK untuk melakukan penagihan.
“Apabila WP hotel tidak membayar berarti dari DLHK belum mencatat meteran, sehingga belum rekomendasikan untuk ditetapkan oleh Bapenda,” katanya.
Dikatakan, Jika WP hotel belum membayar pajak air bawah tanah, tentu tidak bisa dikatakan piutang karena belum ditetapkan oleh Bapenda.
Rahabeat juga mengungkapkan, untuk pembayaran pajak dan retribusi daerah untuk semua WP yang kami undang hari ini rata-rata mereka patut membayar pajak tepat pada waktunya.
Ditambahkan, untuk penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sampai bulan Mei sudah mencapai Rp96 miliar lebih. Masih kurang Rp164 miliar lebih dari target yang ditentukan di tahun 2024.
“Pajak daerah secara keseluruhan ditargetkan Rp122 miliar lebih. Tapi untuk pajak hotel saja ditargetkan Rp20 miliar lebih. Saat ini sudah mencapai 32,12%,” tuturnya.
Ditempat yang sama kepala bidang pelayanan perizinan jasa usaha DPMPTSP, Elyas Tanlain mengemukakan pihaknya terus mendukung pengawasan Perda pajak daerah dan retribusi daerah,.
“Kami siap untuk mengawal, yang penting diberikan data oleh DLHK, sehingga kami bisa memantau ketika pelaku usaha yang memanfaatkan air bawah tanah tetapi belum melaksanakan kewajibannya,” kata Tanlain.
Tanlain menambahkan, dari data terakhir pelaku usaha yang mengurus izin baru 1. 500 lebih dan sejak beberapa tahun ini tren pengurusan Izin agak menurun karena masyarakat salah menerima informasi terkait dengan izin berusaha.
“Masyarakat pun berpikir ketika sudah memiliki NIB (nomor induk berusaha), maka tidak perlu lagi untuk mengurus surat izin tempat usaha (SITU).
Menurutnya, ini keliru karena SITU adalah produk daerah yang menjadi kewenangan daerah, padahal ini gratis dan tidak dipungut biaya hanya ada salah satu persyaratan yaitu fiskal daerah,” pungkasnya.
(Har/Ricko)