Sidang Dugaan Pencemaran Nama Baik Terkait Dana BOS di SMA Negeri 1 Keerom, Aktivis Papua Panji Mangkunegoro Tegaskan Perjuangan untuk Transparansi Pendidikan

Suasana sidang perkara dugaan pencemaran nama baik terkait kasus dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan terdakwa Panji Mangkunegoro (14/10/2025).

Jayapura, Teraspapua.com – Sidang perkara dugaan pencemaran nama baik yang menyeret Panji Mangkunegoro, aktivis sekaligus Direktur LSM Papua, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kota Jayapura pada Selasa (14/10/2025).

Kasus ini berkaitan dengan pengungkapan dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMA Negeri 1 Keerom, Papua.

Sidang yang memasuki tahap putusan sela ini telah melalui empat tahapan sebelumnya. Namun, majelis hakim memutuskan bahwa putusan sela akan diumumkan pada pekan depan, tepatnya Selasa mendatang.

Panji Mangkunegoro, yang hadir sebagai terdakwa, dalam keterangannya usai persidangan menegaskan bahwa perkara ini bukan persoalan pribadi melainkan perjuangan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana BOS yang merupakan hak publik.

“Saya tidak membela diri secara pribadi. Saya membela hak murid, guru, dan orang tua. Dana BOS adalah hak mereka dan pengelolaannya harus sesuai dengan amanat undang- undang,” ujar Panji dengan tegas.

Menurut Panji, laporan dugaan penyimpangan dana BOS ini berasal dari aduan masyarakat yang diterima oleh lembaganya, bukan bermotif politik seperti yang dituduhkan. Ada indikasi bahwa sejumlah dana yang semestinya diterima guru tidak disalurkan secara penuh.

Panji menjelaskan, berdasarkan pengaduan tersebut, terdapat enam guru yang masing-masing berhak mendapatkan dana sebesar Rp24 juta namun hingga kini belum menerima pembayaran tersebut. Guru-guru terkait bahkan telah membuat surat pernyataan dan menyerahkan bukti langsung kepada Panji.

“Ini bukan sekadar tuduhan, kami memiliki bukti kuat berupa surat pernyataan dari para guru,” katanya.

Dalam upayanya membela diri dan memperjuangkan transparansi, Panji merujuk pada sejumlah dasar hukum yang menguatkan posisinya.

Salah satunya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 50/PUU-VI/2008 yang menegaskan bahwa kritik terhadap lembaga negara atau publik tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik.

Selain itu, Panji juga menyoroti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 76 Tahun 2014 yang mengatur sanksi atas penyalahgunaan dana BOS, meliputi:

1. Sanksi kepegawaian seperti pemberhentian, penurunan pangkat, atau mutasi kerja.

2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, di mana dana yang disalahgunakan wajib dikembalikan.

3. Proses hukum mulai dari penyelidikan hingga persidangan bagi pihak yang terbukti melakukan penyimpangan.

4. Pemblokiran dana dan penghentian bantuan pendidikan dari APBN jika pelanggaran dilakukan secara sengaja dan sistematis.

Panji juga mengutip Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan bahwa pencemaran nama baik harus didasarkan pada unsur fitnah dan ketidakbenaran
informasi.

Salah satu sorotan Panji yang paling tajam adalah sikap pemerintah daerah Keerom yang dianggapnya lebih melindungi oknum kepala sekolah daripada menindaklanjuti dugaan
pelanggaran tersebut.

“Seharusnya Bupati Keerom bertindak tegas dengan mencopot kepala sekolah yang diduga terlibat. Ini soal tanggung jawab publik, bukan sekadar kepentingan politik,”
tegas Panji.

Ia menilai, sikap pembiaran ini justru melemahkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana pendidikan di daerah tersebut.

Panji menegaskan bahwa pernyataan yang disampaikan ke publik terkait pengelolaan dana BOS adalah bagian dari hak berekspresi yang dijamin oleh konstitusi, khususnya
setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang melindungi kritik terhadap pengelolaan anggaran negara.

“Kritik terhadap pengelolaan dana publik adalah kepentingan umum dan bukan tindak pidana pencemaran nama baik,” jelasnya.

Dia menilai kasusnya menjadi gambaran nyata bagaimana suara kritis terhadap pengelolaan dana pendidikan sering kali dibungkam melalui kriminalisasi.

Dalam penutup pernyataannya, Panji berharap putusan sela yang akan datang dapat berpihak pada dirinya dan memberikan ruang bagi pengawasan yang lebih ketat terhadap
dana BOS di Papua.

“Ketika saya menyuarakan soal dana BOS, saya membela pendidikan Keerom, guru, murid, dan orang tua. Demokrasi tidak boleh membungkam kebenaran,” pungkasnya.

Sidang ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Papua, khususnya di Kabupaten Keerom, untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan
yang selama ini menjadi salah satu sumber utama untuk peningkatan mutu pendidikan.

(red**)