Calkada “Tersangka” Maju Pilkada Teluk Bintuni, Polda Papua Barat Jadi Sorotan

foto ilustrasi

Manokwari, Teraspapua.com – Majunya seorang bakal calon kepala daerah (calkada) berstatus tersangka di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat hingga saat ini terus menjadi sorotan publik.

Pasalnya, figur calon berinisial YM ini belum juga tersentuh hukum meski telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Pembangunan Asrama Mahasiswa Teluk Bintuni di Kota Sorong, Papua Barat Daya sejak 2018 lalu.

Total sebanyak 8 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tipikor yang merugikan keuangan Negara puluhan miliar rupiah ini.

Ironisnya, hanya 7 tersangka yang menjalani proses hukum sebagai terdakwa hingga menerima putusan pengadilan sebagai terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah dan kini telah bebas dari penjara.

Sedangkan YM malah “kebal hukum” dan bebas berkeliaran hingga saat ini.

Kini, kelolosan YM mengikuti kontestasi Pilkada pada 2020 lalu meski gagal menang termasuk rencana keikutsertaannya dalam ajang yang sama di 2024 nanti mulai dipertanyakan.

Hal itu berkaitan dengan diterbitkannya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) oleh institusi Kepolisian setempat dalam hal ini Polda Papua Barat hingga yang bersangkutan bisa berlaga di ajang Pilkada Teluk Bintuni 2020 lalu.

Aktivis LSM Laskar Anak Bangsa Anti Korupsi (LABAKI) Wilayah Papua Andrew Warmasen menyoroti langsung kinerja Polda Papua Barat.

“Terlepas dari itu, saya sebagai aktivis anti korupsi sangat mengharapkan adanya keseriusan dari pihak Polda Papua Barat untuk bagaimana status tersangka YM hingga hari ini dan progress tersangkanya itu kami ingin tahu. Itu yang pertama,” tekan dia saat menyampaikan pernyataannya kepada Teraspapua.com, Minggu (11/8/2024).

Kemudian yang berikutnya Andre Warmasen menyoroti soal aturan KPU.

“Kan sudah sangat jelas bahwa salah satu bagian dari persyaratan seseorang yang berstatus tersangka karena bermasalah hukum sehingga itu harus diperhatikan saat seleksi yang bersangkutan untuk menjadi kepala daerah Bintuni,” sorotnya.

Karena kalau tidak demikian, maka lembaga penyelenggara dengan Polda Papua Barat akan memberikan preseden buruk kepada masyarakat.

“Masa seorang calon tersangka kok bisa lolos mencalonkan diri? Kemudian kalau dia terpilih satu waktu menjadi kepala daerah, apakah itu bisa menjadi panutan seorang tersangka jadi kepala daerah ? Opsinya kira-kira begitu,” bebernya.

“Apa yang kita harapkan dari dia sementara yang bersangkutan status tersangkanya masih melekat pada dirinya dan itu kan belum tersentuh hukum secara tuntas,” kecam Andre.

Ia kemudian kembali mengingatkan Polda Papua Barat dan KPU juga Bawaslu selaku penyelenggara untuk taat pada aturan.

“Kami dari LSM LABAKI minta Polda Papua Barat sebelum mengeluarkan persyaratan SKCK harus melihat ini secara teliti dan pastikan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar. Karena ini bisa memberikan citra buruk kepada pihak Polda Papua Barat itu sendiri terkait status hukum YM,” tegasnya mengingatkan.

“Yang berikut, kami minta kepada pihak KPU selaku penyelenggara dan Bawaslu selaku pengawas untuk konsisten pada aturan. Bagaimana dengan aturan-aturan yang berhubungan dengan pencalonan itu karena yang bersangkutan jelas-jelas berstatus tersangka,” cetusnya.

Kaitan dengan itu, Praktisi Hukum Karel Riry, SH, M.Th, M.Apt menyoroti langsung kinerja Polda Papua Barat.

Dia mengkritisi ketidakcermatan institusi Kepolisian Polda Papua Barat yang dinilainya telah melanggar asas kecermatan hingga kemudian menyebakan ketidakpastian hukum dalam kasus ini.

“Seharusnya orang sudah menjadi tersangka itu, sudah memenuhi syarat dua alat bukti bersama dengan tujuh orang lainnya sudah dihukum, tapi kenapa YM malah dibiarkan? Ada apa ini?” kritiknya.

Riry bahkan menduga adanya permainan dalam proses hukum YM.

“Bisa saja karena ada kolusi, nepotisme dan segala macam hal. Atau bisa saja ada permainan dengan Kepolisian. Seharusnya kan satu paket dalam kasus yang sama, mengapa dia displit? Sehingga waktu penyerahan tahap kedua dia tidak diikutsertakan, ada apa? Itu patut dipertanyakan,” tegasnya.

Berkaitan dengan SKCK yang diterbitkan untuk kepentingan YM maju Pilkada 2020 pasca menjadi tersangka, turut menjadi sorotan pria lulusan Mexico ini.

“Seharusnya setelah YM ditetapkan sebagai tersangka saat itu maka Polda Papua Barat tidak boleh menerbitkan SKCK kepada yang bersangkutan. Berarti catatan Kepolisian tidak benar atau tidak teregistrasi secara sistematis sehingga SKCK atas nama yang besangkutan meski berstatus tersangka bisa lolos. Itu yang pertama,” bebernya.

Yang kedua, lanjut Riry, Polda Papua Barat sudah melanggar asas kecermatan dan asas kepastian hukum.

“Karena tidak cermat hingga menyebabkan ketidakpastian hukum karena Polda Papua Barat telah menerbitkan SKCK kepada orang yang seharusnya tidak bisa diterbitkan SKCK. Tersangka YM telah punya catatan atau record terhadap kejahatan. Jadi Polda Papua Barat sama sekali tidak bisa menerbitkan SKCK untuk seseorang yang sudah berstatus tersangka. Sekali lagi, tidak bisa sama sekali,” tegasnya.

Mantan pengajar Hukum Unpatti Ambon ini juga menanggapi soal klaim asas praduga tak bersalah.

“Itu baru berlaku diperadilan, bukan berlaku di Kepolisian. Saat proses pemeriksaan di Kepolisian itu berlaku asas praduga bersalah. Sedangkan diperadilan, seseorang itu dinyatakan tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan. Jadi jangan itu salah diartikan,” cetusnya.

Riry pada kesempatan itu mendorong 7 terpidana yang telah menjalani hukuman untuk mempraperadilankan Polda Papua Barat atas proses hukum YM yang tidak dilaksanakan.

“Tujuh terpidana ini harus praperadilankan Polda Papua Barat, kenapa tidak memproses hukum YM seperti kepada mereka,” pungkasnya.

Konstruksi Penanganan Perkara

Menyimak kembali kronologis perkara yang melibatkan YM, ini bermula Penyidik Tipikor Satreskrim Polres Sorong Kota memproses Laporan Polisi Nomor : LP / 49 / I/ 2018 / Papua Barat / Resor Sorong Kota tanggal 16 Januari 2018.

Kemudian LP tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/23/1/2018/Reskrim tanggal 16 Januari 2018.

Dan setelahnya, diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: SPDP/12/I/2018/Reskrim tanggal 22 Januari 2018.

Penyidik kemudian menerima surat dari BPKP Perwakilan Provinsi Papua Barat Nomor : SR-143/PW27/5/2018 tanggal 15 Mei 2016 perihal Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Asrama Mahasiswa/Pelajar Bintuni di Kota Sorong pada Sekretariat Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2010-2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015.

Selanjutnya pada tanggal 9 Agustus 2018 dilaksanakan gelar perkara bertempat di Ruangan Vicon Lantai II Polda Papua Barat.

Dari hasil gelar perkara tersebut, YM resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/13/VIII/2018/Reskrim, tanggal 30 Agustus 2018 tentang Penetapan Tersangka atas nama YM.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Asrama Mahasiswa Bintuni di Kota Sorong pada Setda Kabupaten Teluk Bintuni TA 2018.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana telah ditemukan adanya peranan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan telah terpenuhi 2 (dua) alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP.

Setelah ditemukan adanya peranan/perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan telah terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, Penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Sorong Kota kemudian menindaklanjuti proses hukum perkara ini dengan menyurati Kejaksaan Negeri Sorong.

Surat nomor : B / 077 / VIII / 2018 tertanggal 30 Agsutus 2018 dengan perihal Pemberitahuan Penetapan Tersangka ditujukan langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sorong di Sorong.

Merespon surat tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Sorong kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana dengan Nomor: PRINT- / 640 /T.1.13/Fd.1/10/2018.

Salah satu poinnya, dipandang perlu untuk menugaskan seorang/beberapa orang Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan dan meneliti hasil penyidikan perkara tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan administrasi perkara tindak pidana.

Singkatnya, kinerja jajaran Kepolisian dan Kejaksaan akhirnya berhasil mengungkap adanya tindak pidana penyelewengan uang Negara puluhan miliar pada Proyek Pembangunan Asrama Mahasiswa Pelajar Bintuni di Kota Sorong pada Sekretariat Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2010-2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015.

Sebanyak 7 tersangka akhirnya resmi menjadi terpidana setelah diputus pengadilan dengan besaran hukuman yang bervariasi.

Namun ironisnya, terkait YM yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka malah bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum hingga berita ini dipublish.

[red]