Jayapura,Teraspapua.com – Kabupaten Sarmi mencatatkan sejarah kelam dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dari wilayah ini tercatat 7 kasus tindak pidana pemilu dengan 9 orang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jayapura dan dijatuhi hukuman masing-masing dua bulan penjara.
Dengan jumlah tersebut, Sarmi menjadi satu-satunya kabupaten di Indonesia yang mencatatkan jumlah kasus pidana pemilu terbanyak hingga ke tahap vonis pengadilan. Kondisi ini dinilai sebagai kejadian luar biasa dalam sejarah pemilu lokal di Indonesia.
Ironisnya, dalam kesaksiannya di Mahkamah Konstitusi (MK) dan saat memberikan keterangan pers, Ketua Bawaslu Kabupaten Sarmi, Obet Cawer, menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran pemilu di wilayahnya. Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan fakta hukum, di mana saat itu proses persidangan kasus pidana Pilkada Sarmi sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jayapura.
Selain itu, beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang diduga kuat terjadi pelanggaran, tidak direkomendasikan untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU). Hal ini terungkap dalam sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 157-PKE-DKPP/V/2025, yang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor KPU Provinsi Papua, Jumat (1/8/2025).
Dalam sidang tersebut, Agus Festus Moar melalui kuasa hukumnya Wafda Hadian Umam dan Yansen Marudut, melaporkan Obet Cawer atas dugaan tidak profesional dalam menangani pelanggaran di tiga TPS, yakni TPS 01 Kampung Martewar, TPS 01 Keder Lama, dan TPS 01 Siara Tesa.
Wafda menyatakan, pelanggaran di ketiga TPS tersebut terbukti dalam persidangan dan berujung pada vonis pidana pemilu. Bahkan, menurutnya, Ketua Bawaslu Sarmi saat itu hadir langsung di TPS 01 Martewar namun tidak mengambil tindakan sebagaimana mestinya.
“Seharusnya Ketua Bawaslu membuat rekomendasi untuk PSU. Hal ini sudah disampaikan pula oleh Komisioner Bawaslu Papua, unsur Gakkumdu dari Polri, serta pihak Kejaksaan. Tapi rekomendasi itu tidak ditindaklanjuti,” ungkap Wafda.
Lebih jauh, Wafda mengungkapkan bahwa praktik pelanggaran yang terjadi antara lain adalah pencoblosan ganda. Di TPS 01 Kampung Martewar, seorang anggota KPPS bahkan menyarankan masyarakat mencoblos mewakili warga yang tidak hadir, dan mengumumkannya secara terbuka lewat pengeras suara.
“Hal yang sama juga terjadi di TPS Keder Lama. Sementara di TPS Siara Tesa, pelanggaran menyangkut pembukaan kotak suara tanpa prosedur,” jelasnya.
Meski saat ini baru 9 orang yang divonis bersalah, pihak pelapor meyakini jumlah pelaku sebenarnya lebih dari itu. Satu orang bahkan dikabarkan kabur dan masih dalam pencarian.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, pelapor meminta agar DKPP menjatuhkan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap terhadap Ketua Bawaslu Sarmi, Obet Cawer.
“Kami yakin tindakan yang dilakukan Obet Cawer tidak profesional dan melanggar kode etik. Karena itu kami mendesak DKPP untuk menjatuhkan sanksi tegas,” tegas Wafda.
Sidang etik ini dipimpin oleh Ketua Majelis DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, bersama anggota majelis lainnya yakni Maximus Leonardus Nemo, Yohanes Fajar Irianto Kambon, dan Yofrey P. Kebelen dari unsur masyarakat, KPU, dan Bawaslu Provinsi Papua.