John Gobai : Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Masyarakat Adat Segerah Difinalkan

Jayapura,Teraspapua.com – Anggota DPR Papua jalur pengangkatan Otsus, John R Gobai mendesak agar Peraturan Daerah Provinsi Papua, tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Masyarakat Adat Papua di Propinsi Papua yang telah ditetapkan dalam sidang Paripurna DPR Papua, pada tahun 2019 agar difinalkan. Sehingga diundangkan dalam lembaran daerah dan dipublikasikan atau disebarluaskan ke masyarakat agar dapat dijadikan sebagai payung hukum.

Pasalnya, pada akhir tahun 2017 sejak saya menjabat sebagai Anggota DPRP Periode 2014-2019 kami telah susun Raperdasi dan ajukan sebagai hak inisiatif Anggota DPRP, melalui Bapemperda DPRP Pimpinan Ignas Mimin dan Emus Gwijangge telah diterima sebagai Raperdasi inisiatif DPRP, ujar Gobai dalam rilisnya lewat via Watsshap kepada media ini, Selasa (18/05/2021).

Dijelaskan Gobai, dasar hukum perlindungan dan pengembangan nelayan masyarakat adat Papua adalah sesuai UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan UU No 1 tahun 2014 tentang Perubahan UU Pesisir dan Pulau Pulau Kecil serta Pasal 42 UU No 21 tahun 2001.

Jadi Kesimpulannya adalah pertama, belum banyak rompon yang dimiliki orang papua tersedia sementara nelayan non masyarakat adat papua menggunakan bagan/rompong.

Kedua, terkait dengan zona mencari ikan juga menyimpan satu masalah tesendiri, hal itu terjadi karena daerah pencarian ikan yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat adat papua, kini pencarian juga dilakukan oleh masyarakat lain, dengan membayar kepada perorangan dalam bentuk uang bulanan bukan berupa iuran kepada Suku pemilik wilayah adat dan juga tanpa membayar kepada pemilik wilayah adat.

Kondisi ini juga sering menciptakan konflik antar nelayan papua dengan nelayan non papua, seperti yang terjadi di Pomako, Mimika Pada tanggal 1 Agustus 2017. Karena itu perlu penetapan zona mencari karena pemerintah provinsi sesuai uu no 23 tahun 2014 memperoleh hak kelola sampai dgn 12 mill maka harua ditetapkan zona tangkap nelayan dengan Regulasi agar ada ruang tangkap bagi nelayan masyarakat adat papua yg tidak boleh dimasuki oleh nelayan nusntara, tegas Gobai.

Menurutnya, dalam Adat Papua, sejak turun temurun telah dikenal adanya ruang laut, tempat mencari ikan masyarakat adat dalam wilayahnya masing-masing, antara satu suku dengan suku lainnya, hal itu diakui secara turun temurun oleh sesama suku, jika saling dimasuki oleh masyarakat adat dari wilayah adat lain, maka akan terjadi konflik, namun dalam kenyataan saat ini pengelolaan laut di Papua, milik Masyarakat adat Papua belum diatur dalam regulasi sesuai UU oleh karena itu masyarakat adat yang bekerja sebagai nelayan terkadang tersingkir karena ruang mereka mencari ikan dikuasai oleh nelayan non papua, seperti yang terjadi di Jayapura, Mimika, Merauke, Sarmi dan Nabire. Oleh karena itu perlu pengakuan Zona Mencari  masyarakat adat Papua sesuai UU No 1 tahun 2014 tentang Perubahan UU tentang Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.

Lanjut, Gobai pada poin ketiga, armada mencari ikan karena itu perlu ada kapal ikan untuk nelayan masyarakat adat papua karena armada yang ada menurut saya tidak dapat menghasilkan hasil yang maksimal tiap hari. Sehingga, perlu ada Kapal ikan bagi masyarakat papua.

Keempat , nelayan juga memerlukan permodalan untuk usaha agar mereka tidak tergantung oleh tengkulak ikan. Kemudian pada poin kelima, perlu ada coldstorge, sehingga pemerintah harus membantu nelayan sediakan tempat penyimpanan ikan, terangnya.

Poin keenam perlu adanya pembinaan bagi nelayan, dan poin ketujuh adalah pemasaran, ini pemerintah harus membangun atau menetapkan badan usaha untuk menampung hasil ikan masyarakat agar dapat dibagikan juga ke pedagang ikan eceran, memberikan kepada koperasi yang melakukan pengolahan hasil ikan, dan membantu nelayan agar masyarakat dapat mengirimkan ikan keluar papua atau ke daerah Papua yang lain dan memberikan subsidi bagi pengiriman ikan.

Hal ini penting untuk kepastian usaha dan dalam rangka menciptakn adanya kemitraan usaha bagi nelayan masyarakat adat papua dan memutuskan permainan tengkulak.

Kedelapan, ketersediaan BBM juga menjadi masalah di beberpa tempat di Papua, misalnya di Mimika, nelayan di Pantai Mimika harus ke Kota Timika sejauh 20 KM untuk membeli BBM, begitu juga di Distrik Yaur kab. Nabire,dll. Karena itu di titik-titik tertentu harus dibangun Stasiun BBM dekat laut dan nelayan.

Kesembilan, belum juga tersedia data dari BMKG terkait cuaca kepada Nelayan melalui PPI. PPI harus berkoordinasi dgn BMKG, pungkasnya.

(Matu)