Soal Koteka di Papua Street Carnival ‘Clear’

Suasana pertemuan diruangan Poksus DPR Papua.

Jayapura,Teraspapua.com – Ketua Pokja Otsus John N.R. Gobai memfasilitasi pertemuan antara pihak penanggung jawab pagelaran busana 7 wilayah budaya event Papua Street Karnival dan PYCH, dengan pimpinan adat dalam hal ini Kepala Suku Mee di Mamta dan Agus Tapani selaku Tokoh Pemuda Meepago, untuk mengklarifikasi sekaligus meminta maaf perihal kesalahpahaman pemakaian busana budaya koteka pada gelaran Papua Street Karnival yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, pekan lalu.

Pertemuan yang berlangsung di para-para Adat DPRP Pokja Otsus Papua, Senin, (10/7/2023), yang turut dihadiri Anggota DPRP Yonas Nusy dan Yohanis L. Ronsumbre, serta anak-anak Papua Youth Creative Hub (PYCH) dibawah pimpinan Simon Tabuni.

“Jadi pimpinan dan tetua adat telah memberikan maaf, seraya menekankan agar kedepan lebih melibatkan pemuda dan pemudi dan komunitas adat serta lembaga adat dari 7 wilayah budaya pada event-event selanjutnya. Torang samua anak Papua, baku minta maaf dan berdamai, terbuka ke media, biar Papua jadi banyak provinsi tapi kita nyatakan kita Papua Satu,” kata John Gobai.

Menurut Jonh Gobai, orang Papua sangat terbuka dalam menyelesaikan persoalan.

“Karena dalam kebiasaan orang Papua itu, kalau orang bikin soal, datang mau bicara kita harus terima, bicara, baku nasehat untuk kedepan, dan baku minta maaf,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Namantus Gwijangge menilai parade budaya yang diselenggarakan oleh Papua Youth Creative (PYC) telah melecehkan budaya koteka atau pakaian adat koteka.

Bahkan, legislator Papua itu mengkritisi kegiatan Parade Budaya yang digelar oleh Papua Youth Creative (PYC) lantaran dianggap sangat merendahkan martabat suku- suku di wilayah Meepago dan Lapago.

Menurut Namantus, seharusnya koteka itu tidak dimasukan dalam celana dan tidak menghiasi arang di seluruh tubuh, juga tidak pasang tali dengan gelang sebagai pengikat.

“Jadi, tidak di pegang-pegang. Ini terlihat konyol dan tidak asli. Sebab, setiap suku yang ada di dua wilayah adat ini, masing masing punya ciri khas tersendiri yang mengandung beribu artikulasi makna dan Filosofinya. Tidak seperti binaan PYC yang melecehkan budaya kita” katanya sebagaimana dilansir dari salah satu media online.

Untuk itu, dengan tegas ia meminta kepada para pihak penyelenggara, harus segera mengklarifikasi masalah ini ke ruang publik, karena ini adalah suatu tindakan pelecehan.

“Jadi para penyelenggara, mereka harus segera klarifikasi ke publik terkait masalah ini. Sebab, kami menilai ini adalah tindakan pelecehan,” tegas Namantus Gwijangge.