BTM Sebut Identitas Pamong Praja Adalah Ketulusan Melayani dan Kedekatan Dengan Rakyat

Jayapura,Teraspapua.com – Komisioner V DPN Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK) bersama Solidaritas Mantan Camat (Socakab) dan Solidaritas Istri Mantan Camat (Sicakab) menggelar Halal Bihalal, Jumat (25/04/2025) malam.

Momen mempererat persaudaraan itu mengambil Tema “Mempererat Silaturrahmi Pamong Praja, mewujudkan Papua Maju, Mandiri dan Bermartabat” dan mengambil tempat di kediaman Benhur Tomi Mano alias BTM, selaku Komisioner V DPN IKAPTK.

Turut hadir sejumlah senior dan pejabat tinggi pemerintahan pada masanya. Mereka antara lain, Mikael Manufandu, Buce Batkorumbawa, Yeri Dien, TB Pasaribu dan sejumlah tokoh lainnya.

Komisioner V DPN IKAPTK, Benhur Tomi Mano dalam sambutannya mengaku sangat bersyukur dengan momen halal bihalal yang menurutnya sangat penuh kehangatan dan kekeluargaan itu.

Dia berujar, halal bihalal itu bukan sekadar pertemuan alumni, tapi seperti pulang ke rumah besar yang mengingatkannya pada akar perjuangan sebagai pamong praja.

“Khususnya dalam Halal Bihalal yang diselenggarakan bersama Solidaritas Mantan Camat (SOCAKAB) dan Solidaritas Istri Camat (SICAKAB), saya merasa tersentuh. Inilah bentuk nyata bahwa pamong praja bukan sekadar institusi, tetapi keluarga. Kita menyatukan semangat para mantan camat yang telah berjasa di berbagai pelosok, dan juga para istri yang selama ini menjadi tiang kekuatan dan pendamping dalam setiap perjuangan di lapangan. Keduanya adalah satu kesatuan,” urainya.

BTM menambahkan, Halal Bihalal bukan sekadar perayaan pasca-Ramadan. Ia adalah ruang rekonsiliasi, tempat hati ditundukkan dan ego ditinggalkan. Disinilah menjadi pemahaman bersama bahwa menjadi pamong bukan hanya tentang jabatan, tetapi tentang menjadi manusia yang mau mendengar dan memaafkan.

“Maka mari kita jadikan momen ini bukan hanya rutinitas tahunan, tetapi ruang untuk saling menguatkan kembali nilai-nilai pamong: rendah hati, sabar, dan setia melayani rakyat di manapun kita berada. Halal Bihalal juga bukan sekadar tradisi lebaran. Ia adalah warisan spiritual bangsa ini yang melampaui sekat agama, suku, dan golongan. Di momen inilah kita saling membuka hati, saling membersihkan prasangka, dan saling menyiram benih persaudaraan yang sempat kering karena perbedaan atau kesibukan dunia,” paparnya.

Tak hanya itu, BTM menjelaskan, di tanah Papua, Halal Bihalal memiliki makna yang istimewa. Dalam hidup penuh mozaik budaya dan keyakinan, yang telah teruji oleh sejarah panjang kedamaian. Perjumpaan hari ini menjadi bukti bahwa keharmonisan itu nyata dan bisa dijaga bersama, jika kita mau membuka hati dan menyatukan niat untuk hidup berdampingan.

Kepada sesama mantan camat yang hadir, lanjut BTM, semua telah ditempa oleh pengalaman dan medan pengabdian yang beragam. Ada yang datang dari lembaga pendidikan pamong seperti IPDN atau STPDN, ada juga yang meniti karier pamong dari jalur ASN di daerah.

Namun, satu hal yang mempersatukan adalah semangat melayani, ketulusan mengabdi, dan kedekatan dengan rakyat. Baik sebagai camat, lurah, atau kepala distrik, semua pernah hadir ditengah masyarakat untuk mendengar, menata, dan menyelesaikan persoalan dari dekat.

“Dan ketika hari ini kita berkumpul dalam semangat halal bihalal, kita tidak membawa ego masing-masing. Kita hadir sebagai saudara yang pernah berdiri di medan yang sama, menahan letih bersama, belajar bersama tentang nilai-nilai pamong: cepat, tepat, dan menyentuh kebutuhan rakyat,” tutur BTM.

“Momen Halal Bihalal juga mengingatkan kita bahwa sehebat apapun jabatan kita hari ini, kita tetaplah anak-anak dari kawah candradimuka. Tradisi ini menyatukan kita dalam satu rasa: saling menguatkan, saling memaafkan, dan saling meneguhkan kembali niat pengabdian,” tegas BTM.

Di Papua ini, kita punya cara sendiri dalam menjaga kehangatan sosial. Kita saling panggil kaka dan ade, kita saling menokok sagu dan berbagi ikan bakar. Maka Halal Bihalal menjadi sangat kontekstual: bukan hanya budaya nasional, tapi juga selaras dengan nilai-nilai Papua sebagai tanah kasih, tanah damai, dan tanah persaudaraan.

Dikemukakan BTM, dibalik seragam pamong yang mungkin telah dilepas secara fisik, sesungguhnya masih melekat utuh nilai-nilai pengabdian dalam diri. Sebab, Pamong bukan sekadar lulusan dari sebuah lembaga, tetapi bagian dari satu keluarga besar yang dibentuk oleh disiplin, kerja keras, dan semangat melayani tanpa pamrih.

“Satu hal yang membuat kita berbeda dari sekadar pejabat. Kita adalah pamong. Kita belajar untuk tidak meninggalkan siapa pun di belakang, untuk melihat rakyat sebagai subjek, bukan sekadar angka statistik. Di dalam pamong, ada hati. Dan di dalam hati pamong, selalu ada kerinduan untuk berbagi kebaikan.

Apresiasi Sicakab

BTM dalam kesempatan itu juga secara khusus menyampaikan penghargaan kepada seluruh istri camat, yang telah menunjukkan bahwa pengabdian tidak hanya milik suami yang bertugas di lapangan, tetapi juga milik istri yang setia di rumah, menjadi penyangga, penasihat, dan sumber kekuatan.

“Tanpa kehadiran mereka, perjalanan para camat kita tidak akan seimbang. Peran perempuan dalam pemerintahan, dalam konteks rumah tangga pamong, adalah bagian dari ketahanan birokrasi yang jarang dibicarakan namun nyata adanya,” urainya.

BTM juga berharap, ditengah berbagai tantangan birokrasi hari ini, dari korupsi hingga kepemimpinan yang rapuh, kehadiran pamong harus menjadi cahaya. Jangan pernah biarkan nilai pamong dikalahkan oleh kepentingan pragmatis. Karena rakyat menaruh harapan kepada pamong, bukan karena pangkat atau posisi, tetapi karena kepercayaan.

Mohon Doa dan Dukungan

BTM dalam sambutannya juga memohon doa dan dukungan atas sejumlah ikthiar yang Tengah diperjuangankannya, terutama sebagai calon Gubernur Papua nomor urut 1.

“Izinkan saya menyampaikan sesuatu yang lebih pribadi. Saat ini, saya sedang kembali menjalani perjuangan di dunia demokrasi. Panggung yang tak hanya menuntut niat baik, tetapi juga keteguhan hati. Saya kembali mengikuti proses pemilihan kepala daerah yang akan diulang, dengan penuh harapan bahwa perjuangan ini bukan tentang saya semata, tapi tentang suara rakyat yang ingin saya bawa lebih jauh,” kata BTM.

“Saya datang tidak membawa janji, hanya niat. Saya hadir bukan meminta sanjungan, hanya doa. Sebab saya percaya, ketika satu pamong sedang berjuang, sejatinya yang dibawa adalah semangat dan harapan seluruh keluarga besar ini. Maka dengan rendah hati, saya mengetuk pintu hati saudara-saudara sejiwa dan sehati: mohon doakan saya,” pinta BTM.

Akhir sambutannya BTM mengajak seluruh anggota terus menjaga kebersamaan dalam wadah IKAPTK, SOCAKAB, dan SICAKAB.

“Jadikan organisasi ini bukan sekadar wadah alumni, tapi tempat lahirnya ide-ide besar dan nilai-nilai pengabdian sejati. Dan kepada seluruh elemen masyarakat Papua, mari kita jaga terus semangat persaudaraan lintas iman, lintas budaya. Karena Papua yang damai bukan utopia. Ia nyata, dan hari ini kita membuktikannya,” pungkas BTM.