Polda Papua Didesak Tindaklanjuti Pencabutan Sertifikat Tanah Kantor Sinode GKI

Jayapura,Teraspapua.com – Kepolisian Daerah atau Polda Papua didesak menindaklanjuti pencabutan sertifikat tanah milik Kantor Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua, yang terletak di Argapura, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua.

Desakan itu disampaikan Yulianto, SH,MH & Associates. Ia merupakan kuasa hukum Gunawan Suadisurya, pemilik tanah seluas 2.173 m2 di samping Kantor Sinode GKI Di Tanah Papua, yang diduga dicaplok. Tanah itu kini difungsikan lembaga keagamaan tersebut untuk mendirikan bangunan.

Yulianto mengatakan, sejak dua tahun silam pihaknya telah menempuh berbagai upaya memperjuangkan hak kliennya. Tidak hanya secara perdata, juga pidana sebab unsur pidana dalam masalah ini cukup kental.

Diduga ada pihak-pihak yang memberikan keterangan palsu, sehingga Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jayapura, beberapa tahun lalu mengeluarkan sertifikat atas nama Sinode GKI Di Tanah Papua.

Namun, tanah kliennya seluas 2.173 m2 milik kliennya dimasukkan dalam Sertifikat tanah milik Sinode Gereja Injili Di Tanah Papua, yang dikeluarkan BPN Kota Jayapura.

Akan tetapi, surat Kakanwil BPN Provinsi Papua Nomor: MP 01.03/1835-91/VIII/2022 tertanggal 22 Agustus 2022, menyampaikan Surat Keputusan Kakanwil BPN Provinsi Papua Nomor : 74/SK.91.MP.01.02/VIII/2022 Tanggal 19 Agustus 2022 tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik Nomor: 613/Argapura tanggal 3-11-2018, Surat Ukur No. 04/Argapura/2018 tanggal 17-10-2018 luas 10.135 m2 atas nama Kantor Sinode Gereja Injili di Tanah Papua.

“Perkara ini makin jelas, berdasarkan surat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Papua, yang intinya memcabut sertifikat Kantor Sinode GKI Di Tanah Papua. Sepengetahuan saya ini kali pertama BPN mencabut sertifikat, dan BPN punya kewenangan untuk itu,” kata Yulianto dalam keterangan persnya, Jumat (2/09/2022).

Menurutnya, Polda Papua mesti segera menindaklanjuti pencabutan sertifikat tanah milik Sinode GKI di Tanah Papua itu, dan memproses hukum para pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini, agar ada efek jera.

Sebab, pihaknya menduga oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini, tidak hanya oknum di Sinode GKI Di Tanah Papua dan oknum di Kantor BPN Kota Jayapura, juga oknum kepala suku pemilik hak ulayat tanah.

Diduga oknum kepala suku, dan oknum-oknum lainnya, telah memberikan keterangan palsu, sehingga BPN Kota Jayapura mengeluarkan sertifikat tanah untuk Sinode GKI Di Tanah Papua, dengan memasukkan tanah milik Gunawan Suadisurya.

“Kami duga, ada keterlibatan Kepala BPN Kota Jayapura periode sebelumnya dalam kasus ini, berinisial RW. Sebab sertifikat Sinode GKI dikeluarkan saat ia menjabat,” ujarnya.

Yulianto menjelaskan, dicabutnya sertifikat tanah milik Sinode GKI Di Tanah Papua, membuat lembaga keagamaan itu tidak lagi memiliki keabsahan atas semua luas tanah yang tertera dalam sertifikat kepemilikannya.

“Ini secara keseluruhan sertifikat Sinode GKI itu gugur, karena luas tanah 2.173 m2 milik klien kami, sudah dimasukkan dalam sertifikat tanah bangunan kantor Sinode GKI,” ucapnya.

“Sejak dua tahun lalu kami sudah berjuang. Sejak awal kami duga ada manipuasi data dan keterangan palsu, sehingga ada penambahan luas tanah di sertifikat Sinode GKI Di Tanah Papua, yang dikeluarkan BPN Kota Jayapura saat itu.”

Yulianto mengatakan, sertifikat tanah seluas 2.173 m2 milik kliennya itu sudah ada sekitar 20 tahun silam. Sertifikat dua bidang tanah itu, yakni Serifikat Hak Milik Nomor :00542/Argapura seluas 657 m2 dan Sertifikat Hak Milik Nomor : 00543/Argapura seluas 1.516 m2.

Katanya, kalau saja sertifikat kliennya tidak sah, tentu Kanwil BPN Provinsi Papua juga akan mencabutnya. Namun, Kanwil BPN Provinsi Papua hanya mencabut sertifikat milik Sinode GKI Di Tanah Papua, yang dikeluarkan BPN Kota Jayapura beberapa tahun lalu.

“Kalau saja tidak benar, sertifikat klien kami juga pasti dicabut. Kan tidak mungkin ada dua sertifikat di satu bidang tanah. Kami apresiasi Kanwil BPN Provinsi Papua, yang berani dan tegas mengambil keputusan ini,” kata Yulianto.

Ia menambahkan, momentum ini bisa menjadi pintu masuk membongkar dugaan keberadaan mafia-mafia tanah yang selama di Kota Jayapura, dan Papua pada umumnya.

Sebab selama ini, banyak warga yang dirugikan dan kehilangan hak-hak atas tanahnya karena dugaan adanya mafia tanah. Untuk itulah, Polda Papua didesak segera menindaklanjuti pencabutan sertifikat ini.

“Sebab, ini juga momentum pas bagi polisi membongkar kasus mafia tanah dan semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Kasus klien kami ini, sudah sampai ke Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan Kementrian ATR/BPN. Kasus ini dalam pantauan para pihak itu,” tandasnya.

(tp-02)