Masyarakat Adat Minta Pembayaran Tanah, Jika Tidak Pemilik Hak Ulayat Akan Duduki Bandar Udara Sentani 

Perwakilan masyarakat adat saat memberikan aspirasi kepada anggota DPR Papua.

Jayapura,Teraspapua.com – Masyarakat adat pemilik hak ulayat tanah bandara udara Sentani yakni tiga kampung Yobe, Yahim dan Ifar besar datangi kantor DPR Papua guna  menyampaikan aspirasi meminta agar pihak DPR Papua membantu memfasilitasi agar dinas Perhubungan Kabupaten Jayapura dan Angkasapura menyelesaikan pembayaran tanah milik tiga kampung seluas 55 hektar itu.

Kedatangan masyarakat ada pemilik hak ulayat tanah bandara udara Sentani, diterima oleh anggota DPR Papua, Yonas Nussy, dilanjutkan audiens di ruangan rapat Komisi I DPR Papua, Selasa (30/5/2023).

Pantauan media ini, dalam audiens itu Jhon Maurits Suebu sebagai koordinator meminta agar DPR Papua bantu memfasilitasi kami agar memebrikan ruang kepada kami untuk audiensi dengan pihak perhubungan Kabupaten Jayapura, BPN Kabupaten Jayapura dan instansi terkait lainnya.

Korlap Jhon Maurits Suebu, saat berorasi didepan kantor DPR Papua.

Untuk menanyakan soal sertifikat yang dikeluarkan oleh pihak BPN Kabupaten Jayapura kepada dinas perhubungan Kabupaten setempat. Sehingga masyarakat tidak dihadapi dengan masalah hukum.

Sementara itu, Beatrix Felle, pemilik hak ulayat, menjelaskan sudah lama tanah bandara ini diperjuangkan oleh beberapa suku kurang lebih 4 kampung. Kenapa kami tuntut, karena tanah ini belum dibayarkan berdasarkan kesepakatan 4 Oktober 2021, 55 hektar tanah milik kami pemerintah mengatakan belum bayar ke masyarakat.

“Karena itu kami menuntut dari tahun 2005 sampai sekarang. Sehingga kami hari ini kami bawah aspirasi kami, berharap DPR bisa menindak lanjutinya,” tegas Beatrix Felle.

Pemilik hak ulayat tanah bandara udara Sentani, Beatrix Felle.

Usai menerima aspirasi, Anggota DPR Papua, Yonas Nussy mengatakan menindaklanjuti aspirasi yang telah disampaikan ini, saya terima dan serahkan ke pimpinan, untuk ditindak lanjuti bersama dengan komisi-komis yang ada di DPR Papua.

Dirinya berharap ketika aspirasi ini disampaikan ke pimpinan dewan, jika disetujui oleh pimpinan kita akan mengundang pihak terkait yang memakai tanah dalam bandara untuk bertemu dengan masyarakat pemilik hak ulayat, sehingga masalah cepat selesai.

Di Tempat terpisah, Willem Felle, menegaskan jika hak tanah ulayat kami yaitu di bandara Sentani tidak dibayar kami akan duduki bandara sentani dan kami akan mati diatas tanah kami sendiri.

“Seluruh kampung yang mempunyai hak atas tanah bandara, kami akan duduk di bandara kalau Pemerintah tidak mengakomodir dalam hal pembayaran tanah,” kembali tegas Felle.

Ditambahkan Felle, untuk tanah bandara BPN telah menerbitkan sertifikat, namun itu tidak sah karena tidak ada surat pelepasan adat, kami mencurigai ada mafia tanah yang sewenang-wenang dilakukan oleh BPN Kabupaten Jayapura, Angkasapura dan Perhubungan untuk mengeluarkan sertifikat tanpa sepengetahuan kami.

“Karena itu secara adat kami protes terkait hal ini. Itu hak kami kenapa mereka bisa berbuat seperti itu, seakan-akan kami masyarakat adat tidak tiperhintukan di negara ini,” pungkasnya.