Merdeka Belajar Episode ke -26, Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi di Tanah Papua

Perguruan Tinggi Boleh Meluluskan Mahasiswa Tanpa Menulis Skripsi

Jayapura, Teraspapua.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia Nadiem Anwar Makarim telah meluncurkan Merdeka Belajar episode ke -26 pada tanggal 29 Agustus 2023 yaitu, transformasi standar nasional dan akreditasi pendidikan tinggi.

Terkait itu maka Kepala Layanan Lembaga Pendidikan Tinggi Wilayah XIV Suriel S. Mofu di damping Yogi Murwanto, Analisis Kepegawaian Ahli Muda dan Akhmad A. Natsir, Analisis Organisasi Perguruan Tinggi mensosilalisasikan hal tersebut di Papua dan menjadi acuan resmi bagi masyarakat dan pemerintah di Tanah Papua.

“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi baru saja mengeluarkan Permendikbudristek nomor 53 Tahun 2023 tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi dimana kualitas pendidikan tinggi ketika skripsi tidak diwajibkan lagi, dan perguruan tinggi boleh meluluskan mahasiswa tanpa menulis skripsi,” ujarnya kepada sejumlah wartawan di kota Jayapura, Sabtu (02/09/2023).

Begitu juga pada program-program magister dan doktor tidak harus lagi menulis dan mempublikasi tesis dan artikel di jurnal nasional untuk program Master dan jurnal internasional untuk program doktor.

Jadi, hal ini tentu memberikan kebebasan merdeka belajar. Jadi kebebasan dan keleluasan diberikan kepada Perguruan Tinggi, dalam hal ini Kemendikbudristek percaya 100% pada perguruan tinggi, untuk mengatur, mengelola program-program studinya sesuai dengan kondisi di masing-masing wilayah di seluruh Indonesia.

Pemerintah hanya menyiapkan framework – framework, namun Perguruan Tinggi menyediakan prodi-prodi yang sesui dengan karakteristik dari daerah masing-masing,

Menurutnya, skripsi – skripsi yang ditulis di perguruan tinggi setelah tamat dan masuk dunia kerja tidak lagi relevan. Contoh banyak sarjana pertanian yang hari ini bekerja di bank.

“Jadi, begitu banyak program-program studi yang menghasilkan lulusan yang bekerja tidak pada jurusan saat kuliah di perguruan tinggi itu dilakukan atau ditekunim,” jelasnya.

Oleh sebab kata Mofu, harus diantisipasi oleh perguruan tinggi saat ini adalah kualifikasi utama atau keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja.

Perguruan Tinggi dituntut untuk menyediakan program studi dengan kompetensi-kompetensi, keahlian yang dibutuhkan di dunia kerja pada tataran jenjang akademik yang disediakan oleh perguruan tinggi, misalnya kanjian diploma, strata1, master dan doktor.

Dikatakan, akreditasi perguruan tinggi disederhanakan dari 8 standar yang sebelumnya menjadi 3 standar dan akreditasi ini juga dengan Permendikbudristek nomor 53 Tahun 2003, status akreditasi hanya 3 yaitu terakreditasi dan tidak terakreditasi untuk perguruan tinggi sementara untuk program studi ada akreditasi unggul, akreditasi dan tidak akreditasi.

“Untuk mendapatkan status terakreditasi sebuah perguruan tinggi harus memiliki standar nasional pendidikan tinggi,” ujarnya.

Lanjut dia, untuk program studi bisa mengajukan akreditasi unggul, misalnya sudah melampaui standar pendidikan perguruan tinggi dan diajukan kepada lembaga akreditasi seperti Badan Akreditasi Nasional pendidikan tinggi atau lembaga akreditasi Mandiri.

“Jadi, rumusan kompetensi tingkat pengetahuan umum dijabarkan terpusat dan secara rinci, sehingga membuat perguruan tinggi sedikit kesulitan dalam menerapkannya, akibatnya perguruan tinggi kurang leluasa merancang proses untuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi,” papar dia.

Dikatakan Mofu, penyederhanaan lingkup standard yang sebelumnya ada depalan, sekarang cuma 3 standar, yang memberikan dampak positifnya, memberikan ruang yang lebih luas kepada perguruan tinggi untuk mendefinisikan kegiatan penelitian pada masyarakat.

Selain itu, penyederhanaan standar kompetensi lulusan. Dikatakan, dampak positifnya adalah program studi dapat menemukan bentuk tugas akhir. Jadi, skripsi tidak wajib dan program itu bisa menentukan bentuk tugas akhir.

“Kemudian menghilangkan kewajiban tugas akhir pada banyak program studi terutama pada program sarjana dan sarjana terapan, mendorong perguruan tinggi menjalankan kampus merdeka dan berbagai inovasi pelaksanaan di perguruan tinggi, dan penyederhanaan standar proses pembelajaran dan penilaian,”papar Mofu.

Menurut Mofu, dampak positifnya adalah bahwa perguruan tinggi dapat menentukan distribusi SKS yang terbaik sesuai karakteristik mata kuliah, dan tidak terbatas pada kegiatan belajar dalam kelas. Tidak memaksanakan indeks prestasi yang kaku pada kegiatan di luar kelas.

“Jadi IPK ada mata kuliah yang tidak diperhitungkan sebagai bagian dari IPK, tetapi diberikan pernyataan lulus atau tidak lulus, tapi SKS-nya dihitung,” terangnya.

Menurutnya, inovasi hanya bisa dilakukan dalam ruang yang luas, tidak bisa dalam ruang yang sempit. Oleh sebab itu Permendikbudristek nomor 53 Tahun 2023 memberikan ruang yang luas kepada perguruan tinggi untuk berinovasi sesuai dengan kondisi setempat.

Mofu juga mengatakan, akreditasi diperbaharui secara otomatis dan bersifat sukarela bagi perguruan Tinggi dan program studi yang sudah siap naik peringkat akreditasi. Program studi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional tidak perlu menjalani proses akreditasi nasional.

Kemudian Merdeka belajar episode ke-26 meneruskan transformasi dengan meringankan beban beban sdministrasi. Status akreditasi di sederhanakan, pemerintah penanggung biaya akreditasi wajib yang dilakukan, kemudian proses akreditasi program-program studi dapat dilaksanakan bersama pada tingkat pengelola level program studi.

Sementara di tempat yang sama Akhmad A. Naysir bagian analis organisasi perguruan tinggi menyebutkan Perguruan Tinggi yang ada di tanah Papua yang tersebar di 6 provinsi di bawah Kemendikbudristek, ada 5 PTN.

“Dari 5 PTN ini yang terakreditasi perguruan tingginya ada 4 dan yang belum terakreditasi ada 1 PTN dari total 5 PTN, di dalamnya sebanyak 181 Prodi. Sudah terakreditasi 161 dan yang tidak terakreditasi Prodi ada 20,” rincinya.

Sedangkan kata dia, untuk perguruan tinggi swasta atau PTS di tanah Papua sebanyak 74 , yang sudah terakreditasi sebanyak 36, belum terakreditasi sebanyak 38. Dari total 74 PTS di dalamnya ada 330 Prodi sudah terakreditasi 288 Prodi yang belum sebanyak 42 Prodi.

Dan tahun depan perguruan tinggi negeri maupun swasta dan program studi yang belum terakreditasi akan diakreditasi, jika tidak maka izinnya akan dicabut.

Sementara Yogi Murwanto, Analisis Kepegawaian juga menambahkan, sesuai regulasi bahwa setiap pendirian program studi itu minimal harus ada 5 orang dosen yang harus dipenuhi untuk setiap program studinya baik itu dosen memiliki nomor induk dosen nasional dan juga adalah dosen yang memiliki nomor induk dosen khusus.

“Inilah menjadi unsur utama menjadi Pilar di dalam proses akreditasi, sehingga nanti kita akan meningkatkan dari sisi peningkatan dosen. Memang, untuk dosen di wilayah XIV Papua dan Papua Barat kurang lebih berjumlah 2.854 dosen,” pungkasnya.

(Har)