Di Papua Perekaman e-KTP Masih Rendah, Dikawatirkan Berdampak Pada Pemilu 2024

Jayapura,Teraspapua.com – Minimnya perekaman e-KTP di kabupaten/kota di Provinsi Papua, tampaknya menjadi kekhawatiran atau akan berdampak terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024.

Hal itu terungkap dalam pertemuan Ketua KPU, Diana Simbiak bersama Komisioner KPU Papua, Adam Arisoy, Anthonius Letsoin, Sandra Mambrasar dan Melkianus Kambu serta Sekretaris KPU Papua, Ryllo Ashuri Panay bersama Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, didampingi Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Paskalis Letsoin di Ruang Kerja Ketua DPR Papua, Jumat, (1/7/2022).

Usai pertemuan, Ketua KPU Papua, Diana Simbiak mengaku jika KPU Papua beraudiensi dengan Ketua DPR Papua, sekaligus konsolidasi jadwal dan tahapan Pemilu, 14 Februari 2024.

“KPU sudah melakukan audiensi dengan beberapa lembaga terkait, salah satunya DPR Papua. Kami jelaskan jadwal dan tahapan yang sudah kami lakukan dan sedang berproses,” ujar Diana Simbiak.

Diana Simbiak mengungkapkan, ada hal yang penting disampaikan ke Ketua DPR Papua, yakni terkait dengan jumlah data pemilih di Papua berdasarkan pemutaKhiran data pemilih di Papua periode Mei 2022 mencapai 3.450.428 pemilih. Namun, dari data pemilih itu, baru ada 1.499.170 pemilih yang melakukan perekamanan e-KTP atau baru 45 persen.

Diakui, KPU Papua telah berkoordinasi dengan Dukcapil dan berharap terus dilakukan perekaman e-KTP. KPU Papua mengimbau kepada semua pihak agar masyarakat yang memiliki hak memilih ini, bisa diakomodir untuk menggunakan hak pilihnya, salah satunya dilakukan perekaman e-KTP.

“Karena, dari target sekarang yang kami dapat itu, perekaman e-KTP untuk warga masyarakat di Papua baru 45 persen dari jumlah penduduk yang ada. Sehingg kami berharap semua duduk bersama agar semua dapat terakomodir menggunakan hak pilihanya pada pemilu 2024,” ujarnya.

Diana Simbiak mencontohkan pada Pilkada di Nabire beberapa waktu lalu, ketika KPU melakukan pemutakhiran data dan memasukkan ke dalam daftar pemilih, namun ketika mereka yang belum memiliki e-KTP dan belum melakukan perekaman, maka KPU mengeluarkan mereka dari dalam DPT.

“Nah, kondisi ini kita berharap tidak terulang lagi. Walaupun dalam UU Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pemilu pasal 62 diatur disana bahwa warga negara yang sudah melakukan perekaman, namun belum terdaftar dalam DPT,  tetap kita akomodir menggunakan hak pilih pada saat pemilu dengan menunjukkan e-KTP, ” jelasnya.

Dikatakan, KPU Papua mendorong semua pihak untuk melakukan perekaman e-KTP, mengingat waktu pelaksanaan dalam tahapan Pemilu 2024 masih cukup panjang.

Apalagi, untuk penetapan DPT sesuai jadwal dilakukan pada 1 Juni 2023, namun itu masih berkelanjutan terus sampai ketika ditanggal pemungutan suara, agar warga itu dapat menggunakan hak pilihnya.

“Takutnya, ketika mereka ada secara riil, tapi jika mereka tidak melakukan perekaman, ya ini tidak bisa menggunakan hak pilih pada pemilu 2024,” tandasnya.

Diana memperkirakan jika DPT Papua akan bertambah, apalagi dari data yang dikelola KPU Papua, ada presentasi kenaikan, namun ada beberapa daerah terjadi penurunan seperti di Kota Jayapura, namun kabupaten lain ada peningkatan DPT.

“Yang jelas, DPT ini akan berdampak terhadap kursi DPR di daerah, karena itu bagian jumlah penduduk yang ada, termasuk ada penurunan jumlah kursi DPR di Kota Jayapura,” imbuhnya.

Sementara Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan, jika pertemuan dengan KPU Papua itu, membahas tahapan yang dilakukan KPU menjelang Pemilu 2024.

Diakui, masalah perekaman e-KTP di Papua ini, menjadi problem yang menonjol dihadapi oleh KPU Papua.

“Tentu tahapan sudah dilakukan KPU dan yang menjadi problem yang menonjo sekali, yakni KPU Papua agak kesulitan soal perekaman e-KTP. Kenapa ini menjadi masalah, karena ini menjadi basis untuk ke data yang akan dipakai untuk data menverifikasi partai politik. Sedangkan, partai politik itu harus mempunyai keanggotaan yang juga punya e-KTP yakni e-KTA, dengan minimal 1/1000 dari jumlah penduduk yang ada atau 1000 setiap kabupaten/kota. Ini harus disiapkan oleh partai politik, sedangkan ada beberapa kabupaten yang sangat minim perekaman e-KTP, ” ungkapnya.

Apalagi, ujar Jhony Banua Rouw, jika partai politik yang mendaftar ke SIPOL KPU sudah mencapai 30 partai politik. Jika 30 parpol dikalikan 1.000 e-KTP, maka 1 kabupaten membutuhkan 30.000 e-KTP.

“Apakah perekaman sudah bisa mencapai 30 ribu? Nah, ini pertanyaan dan menjadi masalah. Jadi, partai politik akan kesulitan dalam hal itu dan itu menjadi masalah yang harus dipecahkan,” katanya.

Menurutnya, jika perekaman ini tidak dilakukan dengan baik, maka sampai hari H pelaksanaan Pemilu 2024, masyarakat  yang secara fisik ada, tetapi tidak bisa menggunakan hak pilihnya, sehingga hal itu akan menimbulkan konflik dan keributan.

“Orang sudah ada di TPS, namun tidak bisa memilih. Nanti sampai diinjury time mereka daftar e-KTP,  tapi ketika sampai di TPS, namun jumlah kertas suara kurang, karena sudah dihitung. Ada cadangannya hanya 2 persen dari jumlah yang ada,” katanya.

Jhony mencontohkan pengalaman pada Pilkada di Kabupaten Nabire, beberapa waktu lalu, dimana satu distrik yang tiba-tiba turun drastis sekali jumlah pemilihnya. Nah, ini akan jadi masalah dalam Pemilu 2024.

Untuk itu, Politisi Partai NasDem ini meminta kepada dinas terkait, Dukcapil untuk segera melakukan perekaman e-KTP dan DPR Papua akan mengundang gubernur dan Dukcapil untuk melakukan rapat koordinasi membahas masalah itu.

“Kami mengimbau kepada masyarakat untuk proaktif melakukan perekaman e-KTP agar bisa mempunyai hak memilih pada Pemilu 2024,” tukasnya.

Selain itu, DPR Papua akan melakukan fungsi pengawasan untuk mengawasi kinerja atau tufoksi dari dinas terkait dalam melakukan perekaman e-KTP. Sebab, hal itu merupakan perintah UU Pemilu bahwa setiap warga negara punya hak untuk dipilih dan memilih.

“Tidak boleh seorang pun warga negara, tidak bisa menggunakan hak suaranya.  Inilah yang kita akan mendorong itu dan dalam waktu dekat kita akan mengundang dinas terkait,” tegasnya.

Permasalahan lain, ujar Jhony, terkait proses rekrutmen komisioner KPU yang juga ada yang sudah berakhir masa bhaktinya dan sudah dekat hari H baru berakhir, tentu akan mempengaruhi tahapan Pemilu 2024.

“Pertanyaannya jika sudah semakin dekat hari H masa bhakti komisioner KPU itu berakhir, jika yang baru masuk, apakah mereka harus melakukan bimtek, dengan deadline waktu yang ada, apakah mereka bisa melakukan tugasnya dengan maksimal, karena begitu dekat waktu pelantikan mereka dengan pelaksanaan Pemilu 2024. Padahal, rentang waktu itu, kita tahu anggota KPU yang baru harus melakukan bimtek, apakah ikut bimtek atau melaksanakan tahapan Pemilu. nah, ini kan akan menimbulkan masalah,” paparnya.

Padahal, kata Jhony, semua menginginkan Pemilu 2024 tidak menimbulkan masalah teknis yang akan terganggu, karena belum siapnya SDM. Meski, mereka masuk melalui seleksi, namun tentu butuh waktu untuk menyesuaikan tufoksi yang baru.

Masalah lain, imbuh Jhony, terkait dengan sosialisasi, pengawasan dan monitoring yang harus dilakukan KPU Papua, namun sampai saat ini terbentur dengan pembiayaan, yang belum diberikan dari pusat. Padahal, KPU Papua diharapkan melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan pendaftaran partai politik.

“Kami sendiri pimpinan partai politik ini belum pernah dapat sosialisasi dari dari KPU Papua, padahal kami dituntut menyiapkan semua administrasi untuk verifikasi. Nah, ini tugas KPU, tapi jika KPU belum punya uang, mana KPU bisa melakukan itu,” tandasnya.

Untuk itu, DPR Papua akan meminta kepada pemerintah daerah yang ada di Provinsi Papua baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk segera membantu operasional KPU dulu, untuk memback up tahapan-tahapan yang sudah berjalan. Sebab, pada 1 Agustus 2022, batas mulainya pendaftaran partai politik di KPU.

“Kita mau mendaftar, tapi kita tidak tahu apa yang kita siapkan, karena tidak ada sosialisasi yang baik oleh KPU. Ini hal yang saya pikir penting sekali untuk mendapatkan perhatian,” pungkasnya.

(tp-02)