Jayapura,Teraspapua.com – Yang Mulia sebelum saya jawab Ini dokumen ilegal yang dibocorkan oleh penyidik. Mungkin ya. Ini tidak ada tanda tangan dan tidak ada stempel bagaimana,”.
Pernyataan itu dikeluarkan dari mulut Herold Makawinbang saksi ahli terkait Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada lanjutan Sidang dugaan korupsi Proyek pengadaan helikopter dan Pesawat Terbang di Pemkab Mimika. Jumat (21/7/2023).
Sontak pernyataan dari saksi ahli ini membuat marah Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa Johannes Rettob dan Silvy Herawati yang tidak terima dokumen mereka dikatakan ilegal.
Bahkan di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Thobias Benggian didampingi Hakim Anggota Linn Carol Hamadi dan Andi Mattalata. Salah seorang anggota Tim Pengacara Emilia Lawalata tidak menerima statement dari saksi Herold yang mengatakan dokumen milik terdakwa illegal “Kenapa bapak bilang dokumen ini illegal,”tanyanya dengan nada tinggi.
Namun keributan di hadapan hakim itu tak berlangsung lama, setelah Emilia ditenangkan oleh rekan sesama Tim Penasehat Hukum kedua terdakwa.
Tak hanya itu saja. Saat pertama diberikan kesempatan oleh hakim kepada Tim PH dari kedua terdakwa untuk mengajukan pertanyaan. Saat itu Juhari selaku Tim Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa menanyakan kepada saksi ahli.
“Saudara ahli ya. Sebelum kami lanjut. Kami ingin menanyakan melalui majelis hakim Apakah saudara terdaftar dalam IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia-red) Mohon untuk diperlihatkan,”kata Juhari.
Namun saksi dengan nada tinggi mengatakan bahwa pertanyaan dari Tim PH terdakwa salah. “Saya ini bukan akuntan. Saya ini ahli hukum keuangan negara dan ahli penghitungan kerugian keuangan negara. Ini sering ditanyakan di mana-mana seakan-akan apakah saya terdaftar. Saya bukan akuntan public. Salah ini pertanyaannya,”kata Herold.
Diketahui IAPI melalui surat No. 1125/VI/IAPI/2020 tanggal 24 Juni 2020 menyebutkan, bahwa Hernold F Makawimbang tidak ada terdaftar dalam asosiasi profesi akuntan publik tersebut.
Kemudian Juhari menanyakan lagi “Kalau saudara mengatakan saudara ini ahli. Saudara kan terdaftar di akuntan publik Tarmizi Tahir adalah ahli. Tetapi saudara juga ini tapi saudara ini kan terdaftar dalam kantor akuntan public,”kata Juhari.
Saksi Herold kemudian menyanggahnya dan menegaskan bahwa dirinya bukanlah seorang akuntan “Saya tidak terdaftar itu salah kesimpulannya,”kata saksi ahli ini.
“Di kantor akuntan publik Tarmizi saudara sebagai apa,”tangkis Juhari.
Saksi kemudian menjelaskan bahwa dirinya di Haier untuk menjadi ahli hukum penghitungan keuangan negara untuk kasus tertentu.
Saksi menegaskan bahwa dirinya bukanlah seorang akuntan public. “Saya dari tadi mendengar yang ditanyakan oleh saudara jaksa mengatakan bahwa saudara adalah ahli hukum keuangan negara. Kedua ahli penghitungan keuangan negara. Tetapi semua yang ditanyakan seperti perdata, pidana tentang keuangan negara semua bisa saudara jawab. Sebenarnya saudara ini ahli di bidang mana. Supaya kita masuknya enak untuk bertanya,”ujar Tim PH Juhari.
Saksi ahli menegaskan bahwa dirinya ahli hukum keuangan negara dan ahli penghitungan kerugian keuangan negara
Persidangan yang berlangsung selama tiga jam lebih itu, hanya untuk mendengarkan keterangan dari satu orang saksi saja. Namun berjalan alot dan sempat diwarnai aksi teriakan di dalam ruang sidang dari para pengunjung sidang.
Sontak hakim kemudian memerintahkan untuk para pengunjung sidang keluar dari ruang sidang utama.
Usai persidangan kepada wartawan Juru Bicara Kuasa Hukum kedua terdakwa Iwan Niode mengaku marah dan kesal dengan saksi yang dihadirkan JPU.
“Ahli ini jahat, ngawur dan asal hitung. Tetapi yang lebih jahat dia ngeles (menghindar-red) dan tidak mau mengakui ada kesalahan hitung. Artinya dalam konteks keahlian berikanlah keterangan yang jujur dan subyektif,”tukasnya.
“Saya dan kami tim sudah tanya soal kelebihan bayar. Tetapi saksi selalu ngeles dan menjawab pertanyaan yang diputar – putar,”tambahnya.
Hitungan salah yang dibuat oleh saksi akhirnya berdampak kepada kliennya. “Kita berbicara soal kelebihan bayar. Padahal kan tidak ada,”tuturnya.
Dirinya menegaskan sejumlah dokumen yang diterima Tim PH sama juga dengan yang dimiliki oleh Tim JPU dan juga Majelis Hakim. “Bagaimana mungkin yang Rp.6,5 milyar dokumen operasional untuk pesawat helikopter dan cessna. Dia tambahkan itu lagi di cessna. Jadi seolah – olah cessna punya membengkak menjadi Rp. 40 milyar.
Namun jawaban yang diberikan selalu ngeles atau menghindar dan tidak mengakui jika ada kesalahan.